Pujian Para Ulama Terhadap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Penulis: Al-Ustadz Abu Muhammad HaritsSyariah, Kajian Utama, 04 - Februari - 2009,
Keharuman nama beliau tidak hanya diakui oleh sahabat dan murid-murid beliau. Bahkan sebagian seteru beliau juga memberikan sanjungan tidak hanya berkaitan dengan keilmuan beliau tapi juga pribadinya. Di antara mereka adalah Al-Qadhi Ibnu Makhluf yang juga lawan beliau, sebagaimana telah dinukil sebelumnya.Ibnu Daqiqil ‘Ied rahimahullahu, seorang ulama yang ahli dalam dua mazhab; Maliki dan Syafi’i, menceritakan pengalamannya ketika berkumpul dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu: “Saya lihat dirinya, dalil itu seolah-olah ada di depan matanya. Dia ambil mana yang dia mau dan dia tinggalkan mana yang dikehendakinya.” Ibnu Az-Zamlakani rahimahullahu, juga mengatakan: “Terkumpul pada dirinya (Ibnu Taimiyah) syarat-syarat seorang mujtahid secara sempurna. Dia mempunyai andil besar dalam karya-karya bermutu, ungkapannya yang bernas dan sistematis.”Secara khusus, beliau memberi pujian terhadap karya Syaikhul Islam yang berjudul Raf’ul Malam ‘an A’immatil A’lam. Kata beliau: “(Ini) adalah karya tulis Asy-Syaikh Al-Imam, Al-‘Alim Al-‘Allamah, tidak ada tandingannya, hafizh mujtahid, tokoh zahid ahli ibadah, teladan, imam para imam, panutan umat, keagungan ulama, pewaris para Nabi, barakah Islam, hujjatul Islam, pemberantas bid’ah, menghidupkan sunnah. Bagian dari anugerah besar yang Allah k berikan kepada kita, yang dengannya tegaklah hujjah terhadap musuh-musuh-Nya.”Lalu beliau menulis beberapa bait memuji Syaikhul Islam
:مَاذَا يَقُولُ الْوَاصِفُوْنَ لَهُ * وَصِفَاتُهُ جَلَّتْ عَنِ الْحَصْرِهُوَ حُجَّةٌ للهِ قَاهِرَةٌ * هُوَ بَيْنَنَا أُعْجُوْبَةُ الدَّهْرِهُوَ آيَةٌ ِللْخَلْقِ ظَاهِرَةٌ * أَنْوَارُهَا أَرْبَتْ عَلَى الْفَجْرِ
Apa yang kan diuraikan mereka yang mensifatkannyaSedangkan sifat-sifatnya melampaui batasanDia adalah hujjah Allah yang menaklukkanDia adalah keajaiban masa di tengah-tengah kitaDia adalah satu ayat Allah yang nyata bagi makhluk-NyaCahayanya mengalahkan kemilau fajarIbnu Az-Zamlakani juga menyatakan:
“Apabila dia ditanya tentang satu cabang ilmu, niscaya orang yang mendengar dan melihatnya pasti menyangka Ibnu Taimiyah tidak punya ilmu lain kecuali itu, dan memastikan bahwa tidak ada satupun yang memahami seperti dia. Ahli fikih dari berbagai mazhab, jika berdiskusi dengannya, niscaya mereka memetik faedah dari beliau hal-hal yang sebelumnya tidak pernah mereka ketahui. Tidak pula pernah terdengar bahwa beliau berdebat dengan seseorang lalu kalah.
Jika dia membahas satu cabang ilmu –baik ilmu syariat atau lainnya–, niscaya beliau mengungguli orang-orang yang ahli di bidang tersebut. Beliau memiliki kelebihan dalam karya tulis, ungkapan yang berisi, runut, juga dalam pembagian dan pejelasan.”As-Subki, setelah mendapat teguran dari syaikhnya, Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullahu, dia mengatakan: “Adapun ucapan sayyidi (tuanku) tentang syaikh (Ibnu Taimiyah), maka hamba menyaksikan besarnya kedudukan beliau, luasnya ilmu beliau dalam hal syariat maupun logika, juga kejeniusannya, ijtihadnya, yang semua itu beliau capai melampaui keadaan yang disifatkan orang.
Hamba senantiasa mengatakan bahwa kedudukan beliau dalam diri hamba amatlah agung dan lebih mulia dari itu. Seiring dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada beliau, berupa sifat zuhud, wara’, diyanah (pengamalan terhadap agama), membela al-haq, berdiri di atas kebenaran tanpa tujuan lain, serta perjalanannya di atas cara hidup kaum salaf, serta capaiannya yang luar biasa, yang sangat jarang ditemukan seperti itu di zaman ini, bahkan di zaman kapanpun.” Tajuddin As-Subki sendiri merasa bangga ketika Al-Mizzi menulis biografi ayahnya Taqiyuddin As-Subki dengan gelar Syaikhul Islam, dan tidak menuliskan gelar ini kecuali hanya kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan ayahnya As-Subki. Seandainya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang mubtadi’, zindiq apalagi kafir, tentulah dia tidak rela ayahnya disejajarkan dengan Ibnu Taimiyah. Al-‘Allamah Al-Imam Qadhi Qudhah Mesir dan Syam, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ash-Shafi ‘Utsman Ibnul Hariri Al-Anshari Al-Hanafi menegaskan: “Kalau Ibnu Taimiyah bukan Syaikhul Islam, siapa lagi?”Al-Imam Al-Mizzi (penyusun Tahdzibul Kamal) menyatakan pujiannya: “Saya tidak pernah melihat tokoh seperti dia. Diapun tidak melihat ada yang seperti dirinya. Saya tidak pernah melihat tokoh yang paling tahu tentang Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah serta paling teguh mengikuti keduanya daripada beliau.”Seorang syaikh yang shalih, ahli ibadah, Abu Thahir Muhammad Al-Ba’li Al-Hanbali rahimahullahu membawakan beberapa bait syair, memuji Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Di antara pujian beliau:
يَا ابْنَ تَيْمِيَّةَ ياَ أَنْصَحَ الْعُلَمَا * يَا مَنْ لِأَسْرَارِ دِيْنِ اللهِ قَدْ فَهِمَايَا آيَةً ظَهَرَتْ فِي اْلكَوْنِ بَاهَرَةً
*
لاَ ِزلْتَ فِي سِلْكِ دِيْنِ اللهِ مُنْتَظِمًاوَكُنْتَ وَاسِطَةً فِي عَقْدِهِ أَبَدَا * تُزِيْلُ مِنْهُ اْلأذَىَ وَاْلفَحْشَ وَالسَّقَمَاجَمَعْتَ مِنْهُ الَّذِي قَد كَانَ فَرَّقَهُ * قَوْمٌ رَأَوْهُ هُدًى مِنْهُ وَكَانَ عَمَىHai Ibnu Taimiyah, hai ulama yang banyak memberi nasihatHai orang yang paham rahasia dien AllahHai ayat yang nampak cemerlang di alam semestaEngkau senantiasa tersusun di dalam dien Allah iniEngkau menjadi perantara dalam menguatkannya selamanyaEngkau lenyapkan kotoran darinya, juga kekejian dan kerusakanEngkau kumpulkan dari dien ini apa yang dahulu diserakkanOleh kelompok yang menyangkanya hidayah padahal dia butaIbnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullahu juga mengatakan (Fathul Bari 6/289): “...tambahan ini tidak ada sedikitpun dalam buku-buku hadits. Hal ini telah diperingatkan oleh Al-‘Allamah Taqiyuddin Ibnu Taimiyah.” Di dalam kitab lainnya (At-Talkhishul Habir 3/179), Ibnu Hajar memuji beliau sebagai Al-Hafizh. Jalaluddin As-Suyuthi (pengarang Al-Itqan dan Tafsir Jalalain) mengatakan: “Demi Allah, belum pernah kedua mata saya melihat orang yang paling luas ilmunya dan paling kuat kecerdasannya daripada seseorang yang bernama Ibnu Taimiyah, disertai sikap zuhudnya dalam berpakaian, makanan, wanita dan senantiasa tegak bersama al-haq (kebenaran) dan berjihad dengan segenap kemampuannya.”Kata beliau juga: “Ibnu Taimiyah adalah seorang syaikh, imam, Al-‘Allamah, hafizh, kritikus, ahli fiqih, mujtahid, pakar tafsir yang ulung, Syaikhul Islam. Simbol kezuhudan, salah seorang tokoh yang langka di zamannya. Beliau adalah lautan ilmu, jenius dan ahli zuhud yang sulit dicari tandingannya.” Terakhir, perhatikanlah ucapan As-Subki (ayah Tajuddin As-Subki) tentang Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu, ketika menegur orang yang mencerca Ibnu Taimiyah: “Demi Allah, hai Fulan. Tidaklah ada yang membenci Ibnu Taimiyah melainkan orang yang jahil atau pengikut hawa nafsu. Adapun orang jahil, dia tidak tahu apa yang dikatakannya. Sedangkan pengikut hawa nafsu, dia dihalangi oleh hawa nafsunya dari al-haq setelah dia mengetahuinya.” Jadi, hanya ada dua kemungkinan pada diri orang-orang yang memusuhi Ibnu Taimiyah rahimahullahu; orang jahil yang tidak mengerti apa yang dia katakan, atau orang yang memperturutkan hawa nafsunya, sehingga ilmu dan kebenaran yang diketahuinya, tentang pribadi Syaikhul Islam atau pemikirannya, terkubur oleh dendam kesumat, kedengkian, dan kesesatan bid’ah yang diyakininya. Wallahul musta’an.Wafat dalam PenjaraSyaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah menghabiskan hidupnya dengan penuh kesabaran, rasa syukur dan perjuangan, baik dalam keadaan susah maupun senang.
Tidak sekalipun beliau ber-mujamalah (menjilat) dalam amar ma’ruf nahi munkar, bahkan tidak pernah beliau mundur dari perkataan yang haq, selamanya. Sikap terus terang dan keberanian beliau dalam menyuarakan yang haq, berkali-kali menyeret beliau ke penjara. Mungkin itu pula salah satu sebab beliau tidak menikah.Pada tahun 726 H, adalah akhir dari hukuman penjara yang beliau terima. Ini disebabkan pemalsuan yang dilakukan oleh musuh-musuhnya terhadap fatwa beliau tentang ziarah kubur. Sehingga seolah-olah Syaikhul Islam mengharamkan ziarah kubur terlebih lagi makam Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ditambah lagi, sikap beliau kepada Sultan Nashir Al-Qalawun yang beliau perlakukan sebagai murid. Beliau tidak segan-segan menegur dan membimbingnya, sehingga sering Baginda merasa berat. Apalagi setelah Syaikhul Islam menulis As-Siyasah Asy-Syar’iyah. Akhirnya, musuh-musuh beliau berusaha mencari kesempatan melepaskan kekuasaan pemerintah (Sultan) dari pengaruh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang tidak pernah bersikap munafik, riya, atau menjilat demi mencari keselamatan pribadi.Ibnu Taimiyah kembali dipenjarakan. Tapi yang terakhir ini lebih berat beliau rasakan. Perlakuan yang beliau terima lebih buruk dari sebelumnya. Beliau dijauhkan dari semua alat tulis dan dilarang melakukan penelitian (membaca). Hanya saja, penderitaan itu tidak berlangsung lama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah akhirnya sakit keras beberapa hari.
Hal itu mulai dirasakan sejak dikeluarkannya semua perlengkapan tulis menulis dan membaca dari sisi beliau selama di penjara. Begitu mengetahui beliau sakit, Syamsuddin Al-Wazir meminta izin menjenguk beliau. Melihat keadaan beliau, dia meminta maaf atas semua kesalahannya selama ini. Oleh Syaikhul Islam, dia dimaafkan bahkan semua yang memusuhinya, termasuk Sultan Nashir Al-Qalawun yang memenjarakannya. Kemudian, pada malam 22 Dzul Qa’dah 728 H, wafatlah Syaikhul Imam, Al-‘Allamah Al-Faqih Al-Hafizh Az-Zahid, Al-Mujahid Syaikhul Islam Taqiyuddin Abul ‘Abbas Ahmad bin Al-Imam Syihabuddin Abul Mahasin ‘Abdul Halim bin Syaikhul Islam Abul Barakat ‘Abdus Salam bin ‘Abdullah bin Abul Qasim Muhammad bin Al-Khidhir bin Muhammad bin Al-Khidhir bin ‘Ali bin ‘Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani Ad-Dimasyqi, di dalam tembok penjara Damaskus. Berita ini mulanya hanya diketahui orang-orang yang di dalam penjara. Kemudian, berita ini meluas hingga didengar oleh kaum muslimin. Mereka terenyak. Berita itu betul-betul menggemparkan. Akhirnya, berduyun-duyun mereka menuju ke benteng tersebut untuk melihat jenazah beliau.
Setelah itu mereka keluar, kemudian masuklah kaum wanita seperti itu juga. Setelah selesai dimandikan oleh sebagian tokoh seperti Al-Mizzi, jenazah beliau dibawa ke luar penjara. Masyarakatpun berkumpul ikut menyaksikan prosesi jenazah beliau. Mereka rela menutup pintu toko dan menghentikan aktivitas mereka demi mengiringi jenazah beliau. Kaum wanita yang tidak ikut serta, berdiri di atas rumah-rumah mereka melepas jenazah sang imam. Sebagian mereka membagi-bagi daun bidara yang dipakai untuk memandikan beliau.
Ibnu Katsir rahimahullahu memperkirakan dalam Al-Bidayah, ada sekitar 15.000 orang wanita ikut mengantar jenazah beliau.
Belum lagi yang ada di atas rumah-rumah mereka.
Semua mendoakan rahmat dan menangisi beliau. Para tentarapun ikut sibuk mengamankan prosesi jenazah tersebut.Air mata tumpah, langitpun menangis. Ratapan duka dan doa mengantar jenazah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu.
Seluruh rakyat di sekitar penjara benteng tersebut tumpah ke jalanan mengantarkan jenazah beliau. Pintu-pintu masjid Jami’ tak cukup menampung desakan rakyat banyak yang ingin mendekati jenazah beliau.
Kejadian ini tak jauh beda dengan prosesi pemakaman jenazah Imam Ahli Sunnah wal Jamaah Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal rahimahullahu. Di mana ketika beliau wafat di Baghdad, ratusan ribu manusia mengantar jenazah beliau ke pemakaman. Al-Imam Ahmad pernah mengatakan kepada ahli bid’ah: “Katakan kepada ahli bid’ah: ‘Keputusan antara kami dan kamu (ahli bid’ah) adalah yaumul janaiz (hari kematian)’.”Beliau dikebumikan setelah selesai shalat ‘ashar di pemakaman Shufiyah, di sebelah kuburan saudaranya Syarafuddin ‘Abdullah. Di situ pula dikebumikan salah seorang murid beliau yang terkemuka yaitu Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahumullah beberapa tahun kemudian.Setelah dikebumikan, Asy-Syaikh Al-Imam Burhanuddin Al-Fazari dan sejumlah ulama besar Asy-Syafi’iyah selama tiga hari berulang-ulang mengunjungi kuburan Ibnu Taimiyah rahimahullahu. Tidak ada yang tertinggal mengantar jenazah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ke pemakaman kecuali mereka yang lemah dan tidak dapat hadir, serta tiga orang yang sangat keras permusuhannya terhadap beliau, yaitu Ibnu Jumlah, Ash-Shadr, dan Al-Qafjari. Mereka yakin, seandainya mereka ikut keluar niscaya umat akan menyakiti bahkan membunuh mereka.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati ulama salaf yang telah wafat dan memelihara mereka yang masih hidup.1 Ibnu Katsir rahimahullahu menceritakan tentang kenyataan yang terjadi saat itu. Dan sebenarnya wanita dimakruhkan mengiringi jenazah. –ed
Untuk artikel ini admin menccopy dari sumbernya yaitu : www.asysyariah.com
Untuk artikel ini admin menccopy dari sumbernya yaitu : www.asysyariah.com
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
0 komentar
Posting Komentar
Sampaikan keritik dan saran anda