MagzNetwork

Kisah Cinta Putri Rasulullah

Diposting oleh Mastindi | 18.33 | | 0 komentar »

Zainab, Kisah Cinta Beda Agama Putri Rasulullah,

JIKA ditanya tentang kisah cinta paling inspiratif dalam Islam, semua orang pasti akan menjawab kisah cinta Yusuf dan Zulaikha, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan Khadijah, atau Fathimah dan Ali bin Abi Thalib. Kisah ketiga pasangan ini selalu disebut-sebut dalam banyak tulisan.

Zulaikha yang sangat mencintai Yusuf selama bertahun-tahun, Rasulullah yang tetap bersedia menikahi Khadijah meski jauh lebih tua darinya, dan Fathimah dan Ali yang diam-diam saling mencintai. Melihat bagaimana mereka akhirnya dipersatukan dalam ikatan pernikahan, mejadikan kita sadar betapa kuasa Allah membuat skenario indah untuk setiap hamba-Nya di muka di bumi ini.

Tapi tahukah, di antara 3 kisah tadi, masih ada satu kisah cinta lagi yang tidak kalah menariknya? Kisah yang mengabarkan pada kita, bahwa cinta itu bukan memaksakan kehendak. Kita tidak pernah dilarang untuk mencintai, namun saat tiba masanya untuk memilih antara cinta dan Allah, kita tidak akan punya jawaban lain selain tetap setia pada Allah. Muslim yang baik pasti akan menempatkan Allah di mahligai teratas dalam hatinya, hingga apabila seluruh manusia di muka bumi ini benci padanya, itu tidak akan jadi masalah selagi cinta Allah tetap mengucur deras untuknya.

Inilah inti kisah cinta kali ini, yaitu kisah cinta putri Rasulullah, Zainab, dan seorang pemuda Quraisy bernama Abil Ash bin Rabi. Inilah kisah cinta yang terjalin antara seorang Muslimah dan seorang Non Muslim. Kisah yang insyaAllah akan menjadi pembelajaran bagi kita semua.

Abil Ash, Pemuda Quraisy yang Telah Mencuri Hati Zainab

Zainab dilahirkan saat Nabi berusia 30 tahun. Ketika mencapai usia perkawinan, Halah binti Khuwailid meminang Zainab untuk putranya, Abil Ash bin Rabi, seorang lelaki mulia dengan kekayaan yang melimpah. Halah binti Khuwailid sendiri adalah saudara perempuan Khadijah binti Khuwailid.

Khadijah juga telah yang mengasuh Abil Ash seperti anak kandung sendiri sehingga ia diijinkan keluar masuk rumah Rasulullah seperti rumah sendiri. Karena itu, sejak kecil ia bergaul dengan Zainab putri Rasulullah seperti saudara kandung sendiri. Zainab sangat senang mendengar cerita perjalanannya dan cerita lain yang menarik.

Karena itulah pinangan Abil Ash diterima Zainab dengan suka cita, juga Rasulullah dan Khadijah. Pernikahan akhirnya digelar. Seluruh penjuru Makkah berbahagia atas bersatunya pasangan yang serasi ini. Usai pesta pernikahan, Khadijah pergi menemui kedua suami istri yang saling mencintai itu dan mendoakan agar keduanya mendapatkan berkah. Kemudian dia melepas kalungnya dan menggantungkannya ke leher Zainab sebagai hadiah. Sejak itu Zainab tinggal di rumah suaminya.

Islam Menjadi Anugerah Sekaligus Ujian Bagi Zainab

Zainab dan Abil Ash memang selalu hidup dalam keharmonisan, namun perkawinan itu berlangsung sebelum turun wahyu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ketika Islam datang, Zainab pun tanpa ragu langsung beriman. Akan tetapi Abil Ash tidak mudah meninggalkan agamanya. Maka kedua suami istri itu merasa bahwa kekuatan yang lebih kuat dari cinta mereka berusaha memisahkan antara keduanya.

"Tidak akan tercapai tujuan di antara kita, wahai Zainab, kecuali engkau tetap dalam agamamu dan aku tetap dalam agamaku. Demi Tuhan, ayahmu bukanlah seorang yang tertuduh. Tetapi aku tidak ingin dikatakan bahwa aku meninggalkan kaumku, dan menjadi kafir mengingkari agama nenek moyangku hanya demi menyenangkan istri." Ucap Abil Ash saat baru saja pulang dari perniagaan.

Pasangan suami istri itu terdiam sebentar sambil merenung. Keduanya kaget tatkala mendengar sebuah bisikan, "Jika agama memisahkan antara kedua jasad mereka, maka cinta mereka akan tetap ada hingga keduanya dipersatukan oleh sebuah agama."

Zainab masih terus tinggal di Makkah bersama suaminya karena pada saat itu belum ada larangan pernikahan beda agama. Mereka baru berpisah setelah kepulangan Abil Ash (pasca menjadi tawanan perang Badr) karena telah turun QS Al-Mumtahanah 60:10 dan Al-Baqarah 2:221 yang melarang wanita muslimah hidup bersama sebagai suami istri dengan pria kafir.

Zainab dan Kalung untuk Menebus Sang Suami

Hari berganti, tibalah saatnya Rasulullah untuk hijrah ke Madinah. Betapa sedihnya Zainab karena ia tidak bisa mengikuti sang ayah berhijrah, karena sang suami maupun keluarganya tidak mengijinkan. Hingga perang Badr berkecamuk, Zainab adalah satu-satunya Muslimah yang tinggal bersama kafir Quraisy di Makkah.

Saat pasukan kafir Quraisy dan Muslim bertemu di lembah Badr, Abil Ash merupakan salah satu orang yang berada dalam barisan kafir Quraisy. Ia memerangi pasukan yang dipimpin oleh mertuanya sendiri. Hingga akhirnya sejarah mencatat, pasukan Muslim yang kalah jumlah itu berhasil memenangi peperangan.

Tidak sedikit dari kafir Quraisy yang kehilangan nyawa, sedangkan sisanya menjadi tawanan. Abil Ash masuk dalam daftar tawanan. Ia digiring menuju kota Madinah. Keluarga para tawanan di Makkah pun berbondong-bondong mengirimkan tebusan pada Rasulullah, salah satunya datang dari Zainab. Ia mengirimkan sebuah kalung pemberian sang Ibu untuk menebus suaminya.

Mengingat putrinya dan kalung itu, hati Rasulullah gerimis. Tiba-tiba wajah Khadijah hadir di depan matanya. Rasulullah tidak sampai hati. Beliau berkata, "Jika kalian tidak keberatan melepaskan tawanan (Abil Ash) dan mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah." Mereka menjawab, "Baiklah, wahai Rasulullah."

Abil Ash pun dibebaskan. Saat itulah ia berjanji pada sang mertua untuk membebaskan Zainab dan mengembalikan kepada beliau di Madinah. Abil Ash pun pulang ke Makkah bersama kalung yang tadi dikirimkan sang istri. Kini ia tahu betapa cinta dan kesetiaan Zainab tidak pernah berkurang untuknya, meski agama menjadi tembok pemisahnya.

Jarak Makkah dan Madinah tidak Mampu Menghapus Cinta di Hati Keduany

Begitu sampai di rumah, Abil Ash mengucapkan terimakasih pada sang istri. Ia pun berkata, "Kembalilah kepada ayahmu, wahai Zainab." Ucapnya sambil berusaha berbesar hati. Pada hari yang telah ditetapkan, Zaid bin Haritsah bersama seorang lelaki Anshor diutus Rasulullah untuk menjemput Zainab di pinggiran dusun di luar kota Makkah.

Abil Ash tidak kuasa menahan tangisnya saat melepas kepergian sang istri. Bagaimana dia mampu melepaskan orang yang dicintainya, sedang dia mengetahui bahwa, itu merupakan perpisahan terakhir selama kekuasaan agama ini berdiri di antara kedua hati dan masing-masing berpegang pada agamanya. Yang membuatnya lebih sedih lagi, ia tidak bisa mengantarkan Zainab keluar kota Makkah karena keadaan pasca perang saat itu.

Abil Ash pun mengutus saudaranya, Kinanah bin Rabi, untuk mengantarkan Zainab. Ia berpesan, "Hai, Saudaraku, tentulah engkau mengetahui kedudukan Zainab dalam jiwaku. Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy yang menemaninya keluar kota Makkah, dan engkau tentu tahu bahwa aku tidak sanggup membiarkannya berjalan sendirian. Maka temanilah dia menuju tepi dusun, di mana telah menungggu dua utusan Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut dalam perjalanan dan perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita terpelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak panah yang penghabisan."

Rupanya perjalanan Kinanah membawa Zainab tidaklah berjalan mulus, karena kafir Quraisy selalu menghalangi. Ketika Zainab berada di punggung unta, Hubar bin Aswad Al-Asadi menusuk perut unta dengan lembing, hingga Zainab terlempar jatuh dan mengeluarkan darah. Janinnya telah gugur di atas gurun pasir. Tapi ketabahan dan kemantapan hatinya yang dilandasi iman serta Islam, membuat keberaniannya semakin membara, hingga tetap mantap hijrah ke Madinah. Setelah melewati beberapa hambatan, Kinanah berhasil membawa Zainab pada waktu malam, lalu menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah dan temannya. Keduanya pergi mengantarkan Zainab kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Berpisahlah Zainab dengan suami tercinta dan kedua buah hatinya. Cinta Abil Ash dan Zainab benar-benar diuji. Tidak ada lagi jalan untuk bertemu. Abil Ash tetap tinggal di Makkah. Ia selalu murung dan menyendiri karena sang belahan jiwa tidak lagi ada di sisinya. Zainab pun tinggal di Madinah bersama sang ayah. Ia jadi sering sakit-sakitan karena cinta dan kerinduan yang sangat dalam. Kalau saja bukan karena iman dan takwa yang menguatkan tekadnya, tentu ia akan tetap bersama Abil Ash hingga ajal yang memisahkan.

Selalu Ada Jalan Bagi Allah untuk Mempersatukan Dua Anak Manusia

Minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Suatu hari Abil Ash keluar bersama kafilah dagangnya menuju Syam. Saat perjalanan pulang dia berjumpa pasukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang berhasil merampas hartanya, syukur mereka tidak membunuhnya. Kini Abil Ash tidak punya apa-apa lagi. Bukan hartanya saja yang ludes, melainkan juga harta yang dititipkan orang-orang padanya. Bagaimana ia bisa sanggup kembali ke Makkah?

Di tengah keputus asaan itu, Abil Ash teringat Zainab, wanita yang begitu mencintai dan setia padanya. Maka diputuskan pada suatu malam Abil Ash memasuki Madinah dengan sembunyi-sembunyi. Ia berhasil bertemu Zainab dan segera mengemukakan maksud kedatangannya, bahwa ia ingin meminta bantuan Zainab untuk melindunginya, dan jika bisa, ia juga berharap hartanya bisa dikembalikan. Cinta di hati Zainab masih tersimpan rapi untuk Abil Ash, karena itu pula ia bersedia melindungi lelaki tersebut. Ketika masyarakat Madinah mengetahui keberadaan Abil Ash di Masjid, mereka segera berkerumun dan berniat untuk menangkapnya. Tapi kemudian Zainab berseru, "Hai, orang-orang, aku telah melindungi Abil Ash bin Rabi. Dia dalam lindungan dan jaminanku."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sedang salat menyelesaikan salatnya, beliau segera menemui orang banyak dan bersabda: "Wahai, orang-orang, apakah kalian tidak mendengar apa yang aku dengar? Sesungguhnya serendah-rendah seorang Muslim, mereka tetap dapat memberi perlindungan." Kemudian beliau masuk menemui putrinya. Zainab berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya jika Abil Ash ini dianggap keluarga dekat, ia masih putra paman. Jika dianggap jauh, ia bapak dari anakku, dan aku telah melindunginya."

Rasulullah kemudian berpesan,"Wahai, putriku, muliakanlah tempatnya dan jangan sampai dia menyentuhmu, karena engkau tidak halal baginya selama dia masih musyrik." Meski begitu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tetap terkesan melihat kesetiaan putrinya kepada suami yang ditinggalkan. Singkat cerita berdasarkan permohonan secara halus oleh Rasulullah, harta Abil Ash bisa dikembalikan. Beberapa orang di antara para perampas berkata, "Hai, Abil Ash, maukah engkau masuk Islam dan mengambil harta benda ini, karena semua ini milik orang-orang musyrik?"

Tahukah apa yang dijawab Abil Ash? Ia berkata, "Sungguh buruk awal Islamku, jika aku mengkhianati amanat yang dipercayakan padaku." Namun saat itu benih-benih iman sudah tumbuh subur di hatinya. Mereka pun tetap mengembalikan harta itu kepada Abil Ash demi kemuliaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan sebagai penghormatan kepada Zainab. Laki-laki itu pun kembali ke Mekkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak yang telah diamanahkan padanya.

Setelah mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing, Abil Ash berdiri dan berkata, "Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada harta seseorang di antara kalian padaku?" Mereka menjawab, "Tidak. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami telah mendapati kamu seorang yang jujur dan mulia."

Abil Ash berkata, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di hadapan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, kecuali karena aku khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian. Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian dan aku selesai membagikannya, maka aku masuk Islam."

Akhirnya Allah menunjukkan skenarionya yang begitu indah untuk Zainab dan Abil Ash. Keluarga yang pernah berpisah selama 6 tahun itu akhirnya kembali bersatu dalam satu atap rumah tangga bersama anak-anak mereka. Mereka kini tinggal dalam satu atap, satu iman dan satu perjuangan dalam Islam. Sayang, suasana bahagia itu tidak berlangsung lama. Zainab meninggal mendahului suaminya, setahun setelah kembali berkumpul dalam satu atap rumah tangga dengan suaminya. Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah dan Rasulullah sangat sedih atas kepergiannya. Rasulallah sendiri turun ke dalam kuburan di saat pemakaman.

Zainab meninggal dunia setelah meninggalkan kenangan terbaik. Dia telah menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan isteri, keikhlasan cinta dan kebenaran iman. Tidaklah mengherankan apabila suaminya berkata dalam suatu perjalanan ke Syam, "Puteri Al-Amiin, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan setiap suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya." Rasulallah bersabda mengenai Zainab, "Sesungguhnya ia adalah sebaik baiknya anakku dalam menerima musibah."

Epilog

Begitulah sahabat Muslimah, betapa Maha Kuasanya Allah. Jika Dia sudah berkehendak, tidak ada satu hal pun yang bisa menghalangi. Cinta Zainab dan Abil Ash hendaknya bisa kita jadikan pembelajaran tentang bagaimana mencintai yang benar. Saat ini banyak sekali kita dengar Muslim yang menggadaikan imannya demi menikahi seseorang yang tidak seiman, atau ada juga yang memilih pernikahan dengan dalih Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.

Harusnya kisah Zainab menjadi peringatakan keras bagi kita bahwa Islam melarang pernikahan beda keyakinan. Pernikahan seperti itu bernilai zina sepanjang waktu. Andai ayat Untukmu agamamu, dan untukku agamaku berlaku dalam pernikahan, tentu Zainab tidak pernah berpisah dengan Abil Ash hingga 6 tahun lamanya. Jangan biarkan kita menjadi budak cinta, karena sesungguhnya setan senang sekali memanfaatkan cinta di hati kita. Ingatlah cinta kepada manusia tidak ada yang abadi apabila tidak berlandaskan pada Allah, sementara cinta kepada Allah akan terus dibawa hingga di kehidupan kemudian.