MagzNetwork

Ghibah yang boleh

Diposting oleh Mastindi | 00.20 | | 0 komentar »

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS 49;12)

Ghibah adalah akar kata atau Masdhar dari kalimat Ghaba , yaghibu, ghaibah yang artinya “ tidak ada , adapun secara istilah “ghaibah adalah membicarakan orang ketiga diluar mutakallim (pembicara) dan Mukhatab (lawan bicara), adapun konotasi ghibah adalah negatif karena yang dibicarakan adalah aibnya.

Dalam sarah bulugfhul maram (subulus salam hal 192 juz 2 /kitab al jami’)

Dari Abu Hurairah ra Rasulullah saw bertanya kepada para sahabatnya ‘ Tahukah kalian apa ghaibah itu, para sahabat menjawab “ Allah dan Rasulnya yang lebih tahu, nabi menjawab ucapanmu terhadap saudaramu dengan apa yang tidak ia suka itulah Ghaibah, bagaimana pendapatmu bila sesuai dengan yang aku ucapkan , jika benar itulah ghibah namun bila tidak itulah dusta/fitnah HR Muslim.

Dari hadits di atas jelaslah konotasi ghibah adalah membicarakan aibnya atau celanya.. lalu adakah ghibah yang boleh, dalam sebuah ayatnya Allah berfirman

لا يحب الله الجهر بالسوء من القول إلا من ظلم وكان الله سميعا عليما

Allah tidak menyukai Ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya, Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.(QS 4;148)

Ada beberapa golongan yang boleh dibuka aibnya atau membuka aibnya

1. Saksi dipengadilan wajib membuka kejahatan tersangka

2. Orang yang dzalim agar orang lain terhindar dari kedzalimannya

3. Orang yang meminta fatwa tentang kedzaliman orang lain pada dirinya meskipun keluarganya

4. Mengadukan seseorang agar diberi nasihat supaya kembali ke jalan yang benar

5. Orang yang terang terangan berbuat bid,ah

6. Orang yang ditugaskan utk melihat calon yang akan di khitbah

Ke enam hal tersebut dibolehkan menurut syara’ karena kepentingan informasinya dan manfaat yang didapat baik oleh yang bersangkutan, orang yang memerlukan informasi seperti hakim dan keperluan khitbah maupun orang banyak.

Wallahu a’lam bissawab

Sekuler

Diposting oleh Mastindi | 23.53 | | 1 komentar »

Sekuler , merupakan bahasa asing yang di bakukan menjadi bahagian dari bahas Indonesia yang secara divinisi ialah pemisahan antara agama dan negara atau lebih luwesnya pemisahan/menjauhkan nilai agama dengan kehidupan yang bersifat bendawi/duniawi.

Sekulerisasi dalam segala bidang kehidupan merupakan upaya dunia barat dalam menghancurkan Islam, karena dengan hal tersebut seorang Muslim akan mempunyai pandangan yang sama dengan mereka dalam menilai sesuatu hal, yakni tidak menjadikan agama sebagai landasan dalam berpikir dan berbuat, sehingga warna dari segala perbuatan dan aktivitasnya tak mempunyai corak yang mengesankan atau mengindikasikan dia seorang Muslim.

Dalam kapasitas kita sebagai seorang muslim secara naluriah/fitrah kita yang mencintai Islam sebagai landasan atau dasar dalam berbuat dan berbicara kita membenci sekularisasi atau ideologi sekuler mewarnai aktivitas kita , namun tidak kurang pahamnya kita terhadap ajaran agama kita yang bersifat universal maka bukan hal yang mustahil ideologi sekuler menjadi pilihan kita saat merasa menguntungkan. Salah satu contohnya , dalam berniaga Islam telah memberikan kode etik yang jelas antara penjual dan pembeli, yakni adanya saling kerelaan, tak adanya unsur penipuan atau memanfaatkan ketidak tahuan konsumen terhadap sesuatu barang menjadikan kesempatan mengambil untung sebanyak-banyaknya , atau menimbun barang lalu menguasai peredaran sesuatu barang hingga dapat mengendalikan harga sesuka hatinya, lalu beranggapan hal ini tidak ada kaitannya dengan agama.

Allah mengutus Rasulullah bukan hanya sebagai pendakwah namun juga sebagai figur yang perbuatannya menjadi panutan dan menjadi lengkap misi kerasulannya karena beliau bukan hanya sebagai da’i tapi juga sebagai presiden, panglima, pedagang bahkan penggembala, tepatlah apa yang di firmankan Nya.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS 33;21)

Islam sebagai sebuah ideologi mempunya ajaran yang lengkap baik secara terperinci maupun tersirat yang membuka peluang untuk dilakukan kajian yang menghasilkan beberapa ijtihad, seperti yang telah dilakukan oleh para ulama yang diakui keilmuwannya, hal ini juga Allah singgung dalam al-Qur,an

“Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan (QS 2;220)

Kembali kepada ajaran Islam dan dalami ajaran agama Islam adalah solusi agar kita tidak terjebak melakukan praktek sekularisasi yang bila kita berlama lama terlibat di dalamnya akan menjadikan kita merasa tidak bersalah dengan ideologi kafir tersebut.

Antara budak dan hamba

Diposting oleh Mastindi | 19.47 | | 0 komentar »

‘Abdun, ada dua makna untuk kalimat ini, hamba dan budak, keduanya mempunyai pengertian yang berbeda meski dari satu kalimat, hamba adalah makluk dari sang pencipta, adapun budak adalah pengabdi yg dibeli dan dimiliki oleh sang majikan.

Dalam qaidah bahasa Arab dari kalimat “’Abdun menjadi bermakna ibadah bila diakhiri ta’ marbuthoh, meskipun kalimat ‘ibadah adalah akar kata atau masdar dari “abada, ya’budu dengan arti menyembah atau mengabdi, maka bila kalimat abdan merukan bagian dari tashrif abada ya’budu, maka maknanya adalah pengabdian atau penghambaan.

Lalu dimana letak perbedaan hamba dengan budak ?

Seorang hamba atau kata/kalimat hamba konotasinya adalah seorang yang lemah yang selalu dalam perlindungan, seorang hamba tidak banyak memberi namun banyak mendapat, sebagaimana firman Allah

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).( QS 14;34)

Sepertinya (sepengetahuan admin) tak ada sepotong pun ayat al-Qur,an yang memberi sebutan budak kepada manusia selaku hamba Allah, bahkan manusia selaku hamba sangat dimuliakan dari pada makhlu Nya yang lain, terhitung saat kali pertama manusia itu di ciptakan.

Betapa mulianya Allah memperlakukan manusia sebagai hambanya, tak sedikitpun secara tersurat maupun tersirat Allah menempatkan hambanya manusia sebagai budak, bahkan untuk meniti jalan hidupnya Allah memberikan manusia kebebasan dalam memilih “

“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". (QS 18;29)

Adapun turunnya Al-Qur,an juga merupakan wujud atau realisasi dari sayang Allah kepada hambanya, lalu jika demikian dimana posisi budak bila dikaitkan hubungan pencipta dengan hambanNya ?.

Adapun budak seperti kita ketahui merupakan barang belian yang dimiliki, bahkan secara mutlak oleh tuannya. Bahkan pada masa Romawi kuno kita kenal betapa miris dan tidak berharganya seorang budak, di mana mereka terkadang di adu sampai mati dengan budak lainnya, bahkan darahnya setelah dibunuh menjadi syarat bersumpah bagi seorang pangeran, baru kemudian setelah Islam datang kedudukan budak mulai dihapus secara berlahan, bahkan menjadi salah satu amal utama yang berpahala besar “

“12. Tahukah kamu Apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?

13. (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, (QS 90 :12/13)

Kesimpulannya, manusia bukan budak melainkan seorang hamba mulia yang diberi kelebihan dari makhluk Allah yang lain, namun kemuliyaan itu tergantung manusia sendiri apakah mau meraihnya atau mencampakkannya...

Wallahu a’lam