MagzNetwork

Bid,ah

Diposting oleh Mastindi | 16.15 | | 0 komentar »

Sebagian kita, atau bahkan kita, alergi, tersinggung,fobi, anti dengan kata/kalimat Bid,ah terlebih kepada orang yang berusaha menjelaskannya, hal ini boleh jadi karena ke tidak tahuan kita, atau bahkan jangan-jangan kita mengambil keuntungan dari praktek Bid,ah tersebut, padahal bila kita mau legowo mempelajarinya pasti ada hikmah paling tidak akan menambah wawasan kita dalam khasanah pengetahuan Islam, bahkan boleh jadi sesuatu amal yang kita curigai adalah Bid,ah ternyata pernah dilakukan setidaknya oleh para Tabi,et tabi,en.

Tidak jarang orang yang dianggap menjadi pentausiah dalam masalah Bid,ah menjadi bahan tertawaan bahkan ejekan dan cemoohan dengan kata-kata yang tidak pantas dilakukan oleh orang yang berpengetahuan, contohnya : mobil kan Bid,ah !. kenapa kamu tidak naik onta !. Hp, televisi, kulkas, motor, yang kamu pakai kan juga Bid,ah ! dan banyak lagi dan disebutkan yang tidak ada pada masa nabi

Sebenarnya Bid,ah yang terjadi khususnya di Indonesia, tak lepas dari metode penyebaran Islam yang dilakukan oleh wali Songo, khususnya aliran Abangan yang di ketuai oleh Sunan Kali Jaga dengan system “Sinkretizm (terdapat dlm buku “sejarah kebudayaan Islam) yakni pembauran (pencampuran) ajaran Islam, Hindu dan Bhuda dan menghasilkan kepercayaan “Kejawen (berasal dari Kata Jawa) karena penyebaran Budha dan Hindu pada saat Islam masuk sedang pesat-pesatnya di Jawa dengan dukungan penuh penguasa kerajaan Majapahit, yang dipengaruhi para pelajar Hindu dan Budha dari India hal ini diperkuat dengan bentuk bangunan candi yang ada di Indonesia sama dengan yang ada di India.

Menyalahkan Wali songo dalam metode penyebaran Islam bukan hal yang benar, karena kepercayaan masyarakat Jawa yang kuat terhadap Animisme dan Dinamisme (kepercayaan kepada benda bertuah dan mampu memberikan perlindungan) yang ditambah dengan masuknya kepercayaan baru Hindu dan Budha yang mempunyai kepercayaan yang nyaris sama, bukanlah hal yang mudah, maka cara yang mereka lakukan adalah dengan cara halus, yakni dari dalam alias hanya memberi warna Islam pada kepercayaan masyarakat Jawa, justeru tugas kitalah untuk meluruskannya.

Bid,ah : adalah sebuah ungkapan yang harus di batasi maknanya, tentunya setelah kita mengetahui ta’rif nya baik secara Etimologi (terminologi bahasa) maupun Istilah dalam Syara (islam), tak cukup hanya itu agar tidak menimbulkan fitnah harus bisa di bedakan juga antara Bid,ah , Khilafiah,Khurafat dan Tahayyul. Utamanya antara Bid,ah dan Khilafiah.
Bila kita mampu membatasi Bid,ah pada Ta’rif yang benar, maka tentunya tidak pada tempatnya lagi kita mempermasalahkan sesuatu hal yang bersifat Khilafiah, karena Bid,ah hanya terbatas pada masalah Agama bukan masalah Dunia, adapun Khilafiah adalah persoalan perbedaan dalam memahami sesuatu hukum, dan memahami kerajihan/shahihan suatu hadits baik dipandang dalam hal Matan, Rawi, maupun status hadits.

Bid,ah akan lebih mudah di pahami bila kita memahaminya melalui antonimnya /lawan katanya yaitu sunnah, dan lebih bijaksana lagi bila kita ambil sebuah logika sederhana, walaupun memahami Bid,ah bukan hal yang sederhana.

Bila berbuatan itu dianggap baik, kenapa tak diperintahkan oleh Rasulullah, tidak pernah dilakukan oleh para sahabat, tabi’et dan Tabi’en, padahal mereka adalah generasi terbaik yang di wariskan Rasulullah, dan mereka tentunya lebih tahu dari kita tentang Islam.
Bukankah Islam sudah sempurna, mengapa perlu ditambah lagi.

Bila karena kepandaiannya seorang syekh , boleh membuat tata cara baru dalam Ibadah, lalu bagaimana Islam ke depannya, bukankah nanti akan banyak lagi Syekh yang pintar, dan tentunya makin banyak lagi tata cara baru dalam ibadah, dan lama kelamaan , kemurnian ajaran Islam akan hilang tertimbun tata cara baru tersebut.
mungkin Qaidah Syara berikut ini bisa kita jadikan acuan.
الاصل فى العبادة البطلان حتى يقوم دليل على امرة
(pangkal suatu ibadah adalah kebatalan,(tidak boleh dilaksanakan) hingga ada dalil yang memrintahkan)

Dan banyak pertanyaan lagi, yang intinya bila Bid,ah terus berkembang maka Islam tidak beda dengan agama Nasrani.

Bid,ah bagaikan benalu dalam sebuah pohon, bagi yang jeli dan mengerti struktur pohon dia akan tahu bahwa ia (benalu) bukan bagian dari pohon itu, namun bagi yang awam ia akan menganggap bahwa benalu itu adalah bagian sari pohon tersebut. Wallahu a’lam.
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas

0 komentar

Posting Komentar

Sampaikan keritik dan saran anda