Berbeda dengan zakat Fitrah yang harus di bagi habis, maka zakat maal dari Muzakki dibutuhkan pengelolaan yang profesional, itulah sebabnya untuk mengelola zakat maal berbeda dengan mengelola zakat fitrah, untuk zakat fitrah yang sifatnya insidental cukup dibentuk sebuah kepanitiaan, namun untuk mengelola zakat maal diperlukan sebuah tim yang berkelanjutan dengan tugasnya masing-masing karena masa kerjanya tanpa batas yakni selama donasi terus mengalir baik saldo maupun sirkulasinya.
Zakat maal harus dikelola sedemikian rupa agar bisa memberi manfaat yang seluas luasnya bagi masyarakat, jika tidak darurat penyaluran zakat maal tidak boleh bersifat konsumtif tapi produktif yakni dengan memberdayakan masyarakat sekitar dengan sesuatu usaha yang bisa meringankan beban ekonominya tentunya dengan survai dan pelatihan pelatihan yang di biayai oleh lembaga Zis dengan orientasi, “menjadikan mustahiq tahun ini menjadi muzakki tahun depan.
Pengelolaan zakat yang amanah,profesional dan transparan akan merangsang para muzakki untuk kembali menitipkan zakat maalnya pada lembaga Zis, dengan demikian kesenjangan sosial antara du’afa dan aghniya tidak terlalu lebar.
Bahkan sebuah lembaga Zis yang sudah berjalan baik dapat memberikan kesejahteraan sebagai kompensasi untuk pengelolanya yang menjadi bagian dari 8 golongan (QS 9;60) yakni “amilin baik dalam bentuk insentif/penggembira maupun gaji tetap, hal ini tidak mungkin terealisasi manakala Zakat hanya dikelola ala kadarnya atau pengeluarnya bersifat konsumtif.
Tidak jarang Sebagian masyarakat menyerahkan zakat maal sendiri kepada mustahiq, meski hal ini tidak buruk namun sebagian besar zakat yang sudah berupa bingkisan hanya dapat membantu sementara saja karena tidak bernilai produktif, selain itu kecenderungan terkena penyakit riya, sum,ah maupun ‘ujub sangat besar karena penyerahannya tanpa perantara dan yang terakhir adanya perasaan berhutang budi bagi mustahiq terhadap muzakki tidak terhindarkan, padahal mustahiq bukan mendapat bagian hartanya melainkan menerima haknya yang Allah titipkan pada aghniya..
Pengalaman mengelola Zis meski hanya sebagai tukang catat...
Argumentasi sederhana.
Bahkan begitu sederhana hingga kita tidak perlu menjawab karena sejak lahir pun kita sudah Islam , yakni bertauhid kepada Allah..
“ Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(QS 7;172)
Selain itu...
Islam adalah agama samawi dari Allah.. pencipta alam semesta orang kafir pun mengakuinya .
“ Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).(QS 29;61)
Yesus, “Uzair,pendiri agama Budha, tidak mungkin !..karena mereka ada SETELAH alam ini ada..
Allah tetapkan (aturan aturannya) syareatNya dalam kitab suci, yakni al-Qur,an. Dan Allah tetapkan nama agamanya yakni Islam.. (silahkan lihat surat 5 ayat 3)..
Bila kita yakin, Allah yang menciptakan kita & Alam ini tentu kita yakin hanya Allahlah yang tahu persis bagaimana merawat ciptaannya , maka Allah keluarkan buku panduannya yang kita kenal dengan al-Qur,an.
Saat anda membeli (contoh) Hp merk Nokia.. tentu anda akan mendapat buku panduan dari produsennya , yang berisi cara merawat ponsel anda sesuai standar nokia... dan saya yakin anda akan protes manakala mendapat buku manual dari Samsung..
Rukhsah, maknanya adalah dispensasi atau keringanan dalam menjalankan ibadah saat seorang mendapat udzur syar’e yang menghalangi kesempurnaan beribadah saat ditunaikannya
Dalam bulughul maram bab “shalatnya musafir dan orang sakit, pada salah satu haditsnya ada yang berbunyi “Allah senang seorang hamba menerima rukhsahNya sebagaimana ia senang hambanya membenci maksiat.
Rukhsah adalah adalah wujud lain dari kasih sayang Allah, dalam makna yang lain bisa di artikan Rukhsah adalah kebaikan Allah yang diberikan kepada hambaNya. Tapi posting ini bukan rukhsah dalam terminologi fiqih, tapi saya alihkan kepada..
Saat seseorang dengan keikhlasan hati menawarkan budi baiknya kepada kawan atau kerabatnya, yang semata-mata ikhlas demi mengharap ridha Allah, lalu kita mengabaikan kebaikannya, yang andai kata kita pedulikan, berapa banyak manfaat yang kita peroleh , bukan hanya terjalinnya harmonisasi hubungan sosial, dengan terjadinya silaturrachim, namun juga pahala yang kita peroleh karena menyambut kebaikan yang ditawarkan oleh orang lain merupakan ibadah.
Sebagaimana dalam sebuah hadits “apabila kamu di undang dalam sebuah walimah maka datangilah..
Walimah, maknanya secara umum adalah pesta, tentunya yang dimaksud bukan pesta ma’siat.. saya ambil contoh saat kita diundang dalam iftar jama’e (buka bersama) syukuran atas sesuatu nikmat yang diperoleh.. atau yang semacamnya.
Betapa banyak alternatif saat kita mendapat jalan yang buntu untuk menjalin silaturrachim... namun sangat disayangkan,kita tak pernah jeli, kurang peka,mengapa sahabat kita atau saudara kita mesti menempuh jalan yang tidak biasa untuk menjaga tali silaturrachim agar tetap terjaga, rasa sensitivitas kita seakan berubah menjadi baal /kebal, saat silaturrachim ingin di jalin dalam suasana yang lain.
KADHAL FAKRU AN YAKUNA KUFRAN (hampir saja kefakiran menjerumuskan kepada kekafiran)
Al-fakru meski secara kalimat ma’rifat (khusus) namun secara makna adalah umum, Fakir adalah “ketiadaan sesuatu, boleh jadi fakir ilmu, fakir pengalaman, fakir informasi, fakir etik atau fakir budaya dan fakir harta. Dan semua kefakiran tadi akan menjerumuskan pemiliknya kepada kekafiran baik kafir secara maknawi maupun kafir secara istilahi.
Orang yang fakir ilmu, ia akan berbicara dan berbuat cenderung di luar perhitungan logika sehat, yang pada akhirnya membuat akal sehatnya menjadi tertutup, tidak ada yang dapat dibanggakan dari dirinya, tidak ada nilai plus, tidak kreativitas yang bisa dihasilkannya.
Orang yang fakir informasi , akan merasa seolah tertutup dari dunia luar, berbeda dengan orang kaya informasi,. Meski berada dalam rumah terasa berada di dunia luar.
Orang yang fakir etika, ia akan merasa ucapan dan tingkah lakunya sudah benar, ia tidak sadar di dunia mana ia berada, yang dalam sebuah ungkapan di sebutkan “di mana bumi di pijak di sana langit dijunjung, ia mengingkari budaya atau etika sekitar.
Yang terakhir fakir harta, masalah ekonomi yang menghimpit kehidupan seseorang tidak jarang cenderung menjerumuskan diri orang tersebut kepada sesuatu sikap di mana ia terpaksa atau suka rela melakukan sesuatu yang bertentangan bahkan menutupi nuraninya, lebih fatal lagi menutupi keimanannya , itulah yang disebut kafir secara istilahi, adapun kafir secara maknawi, adalah menutupi.
Eksistensi manusia dalam perspektif hukum fiqih
Diposting oleh Mastindi | 05.50 | Renungan | 0 komentar »Dalam ilmu fiqih kita mengenal beberapa hukum sesuatu baik berwujud amaliyah, maupun bendawiyah ‘hukum taklifi namanya, yang terbagi dalam lima kategori, yakni 1. Wajib atau rukun (dalam kajian yang lebih dalam wajib dan rukun berbeda), 2. Sunnah atau anjuran, 3. Mubah atau halal, 4. Makruh, 5. Haram.
Lalu bagaimana bila hukum tersebut di transformasikan kepada eksistensi atau keberadaan manusia ?
1. Manusia wajib , yakni seorang manusia yang keberadaannya sangat dibutuhkan yang dalam banyak hal, baik tenaga, pikiran, dana maupun waktunya bahkan yang lebih dari itu, begitu urgen keberadaannya yang andaikata jasanya bisa di beli, orang akan membayar berapa pun .
2. Manusia Sunnah, adalah manusia yang keberadaannya juga sangat dibutuhkan , namun masih bisa tergantikan oleh yang lain, atau absennya masih dapat dicari alternatif penggantinya.
3. Manusia mubah adalah manusia yang ada atau tidaknya tidak banyak membawa arti, karena ke tidak adaan manfaatkan dalam kehadirannya, atau seperti pepatah Arab “ WUJUDUHU KA ‘ADAMIHI (adanya seperti tidak adanya)
4. Manusia makruh adalah manusia yang keberadaannya tidak begitu disukai bahkan cenderung orang berharap agar dia tidak ada bersama sama mereka.
5. Manusia haram adalah manusia yang sama sekali orang tidak pernah berharap kehadirannya, baik pemikiran, tenaga maupun sumbangan morilnya.
Bagi seorang Muslim yang taat kepada Allah dan senantiasa menjaga dirinya dari hal-hal yang dilarang-Nya, tidak perlu risau dengan kondisi lingkungan yang dihadapinya, sebab situasi yang di mana kita seolah terproteksi berada pada salah satu yang lima tergantung siapa yang menciptakan kondisi tersebut, beruntunglah bila lingkungan tersebut sangat kondusif dengan keimanan kita, karena pengaruh positif dari orang-orang beriman yang tinggal di situ, namun bila lingkungan tidak kondusif dengan ke iman kita tentunya tidak harus membuat kita menjadi larut dalam lingkungan tersebut, dengan asumsi agar kita diterima dan menjadi bagian atau menjadi sesuatu yang berarti bagi lingkungan tersebut, jadilah diri kita tetap yang sebenarnya yakni seorang Mukmin meskipun kita menjadi manusia yang tidak dibutuhkan atau bahkan manusia haram, namun haram dikalangkan pelaku maksiat.
Sebagai seorang Mukmin, tunjukkan sikap istiqamah kita, dan bila mampu kita bukan menjadi bagian dari mereka tapi upayakan mereka atau sebagian mereka menjadi bagian dari kita, rubahlah !.. setidaknya warnailah..
Nabi bersabda “
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, (QS 2; 159)
Membaca terjemah ayat di atas mengingatkan saya sewaktu mengikuti Training mengajar untuk kelas TPA dan tahassus, waktu itu rasanya tidak mungkin saya bisa mengajar dengan minimnya pengetahuan agama yang saya miliki, namun ternyata dengan mengajarlah beberapa hal yang dapat saya peroleh di antaranya bertambahnya ilmu yang saya miliki secara autodidak hal ini karena tantangan dalam mengajar menjadikan saya mau tidak mau harus belajar lebih dalam lagi, baik melalui guru atau ustad yang rutin 3 kali seminggu memberikan bimbingan masalah aqidah juga belajar mendalami bahasa Arab kurang lebih selama 5 tahun di sebuah pesantren dengan cara pulang pergi setiap hari kecuali hari Jum,at dan Minggu dari jam 1 siang s/d jam 5 sore.
Ilmu , bukan hanya sebuah kosakata, namun sebuah ungkapan dengan makna mengetahui, karena itulah seilmiyah dan sebagus apapun sebuah buku, tidak dapat disebut sebuah ilmu atau pengetahuan melainkan sekedar kumpulan huruf yang menjadi kata lalu di rangkai menjadi sebuah kalimat, yang setelah disusun sedemikian rupa oleh ahlinya maka menjadi sebuah buku yang punya nilai tinggi.
Bahkan al-Qur,an pun akan hanya tinggal tulisannya manakala tak ada kepedulian bagi ummat ini untuk mendalami isinya.
Nah .. baru dikatakan ilmu manakala sudah terhujam jauh ke dalam hati dalam bentuk pemahaman. Seperti doa kita
“RABBI ZIDNI ILMU WAR ZUQNI FAHMA (Ya Allah berikan kami ilmu dan pemahaman yang mudah)
Adapun Faham adalah modal untuk kita mengajar, dengan faham (setelah kita tahu) akan menjadikan lebih mudah dalam menyampaikan.
2 peristiwa yang bertolak belakang suasananya, yang pertama sedang berduka cita, yang kedua sedang bersuka cita, bahagia dan derita itulah romantika hidup yang bisa menimpa siapa saja, apa dan bagaimanapun status sosialnya.
Beberapa waktu ini kita dihebohkan dengan berita tentang merajalelanya binatang sejenis kumbang yang dikenal sebagai “Tomket, hewan ini konon katanya bisanya lebih ganas dari ular berbisa, saya tidak paham bagaimana penjelasannya , tapi tidak mematikan, hewan ini sebenarnya kawan petani dan hidup di ladang maupun sawah, musuh atau pemangsa hewan ini adalah Tokek sejenis cecak besar sebesar kadal yang berwarna belang, tapi sekarang tokek sudah langka karena diburu manusia lantaran harga hewan ini baik daging maupun kulitnya melonjak mahal, lalu akibat pemangsanya musnah maka yang terjadi populasi tomket meledak tanpa kendali dan bertebaran hingga ke perkotaan.
Apa korelasi yang dapat kita petik dari cerita di atas ? tentang keseimbangan alam !, ada kelahiran , ada kematian , meski kelahiran tidak serta merta dapat menggantikan kehidupan yang telah tiada namun kehadirannya dapat menggantikan setidaknya secara kwantitas, mungkin dan mungkin kelak kehadiran manusia baru akan membawa manfaat yang lebih besar dari kematian beberapa tahun bahkan puluhan tahun sebelumnya.
Manusia tak pernah tahu apa hikmah dibalik sebuah peristiwa melainkan perjalanan waktu yang menjawab , atau bahkan mungkin tak dapat terjawab kecuali oleh orang yang arif dalam memandang kehidupan.
Namun sebagai Muslim kalaupun kita tak dapat menjawab hikmah di balik sesuatu peristiwa, dengan ke Imanan kepada Allah hati akan menjawab semua hal dengan keyakinan kita akan kitab sucinya.
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS 3;191)
Wallahu a’lam bissawab.
Tentang Janji..itulah yang di ungkapkan ayat tersebut, sangat sederhana namun mempunyai makna yang sangat luas.
Sebagai pedagang saya sering berinteraksi dengan berbagai macam watak dan karakter manusia, baik yang berkenaan hubungannya antara pengecer dengan agen maupun pedagang dengan pembeli , sebagaimana layaknya pembeli, dan memang hak mereka untuk bertanya tentang kualitas atau mutu sesuatu barang yang saya jual, mereka sering bertanya keampuhan sesuatu obat atau kosmetik atau kecanggihan dan ketahanan barang Electronic , maka tak jarang kita , atau anda bila berprofesi pedagang akan menjawab, dengan jawaban yang mudah “biasanya berdasarkan pengalaman dan logika bila harganya mahal kemungkinan besar barangnya bagus atau awet, padahal pengalaman juga yang membuktikan ,bagusnya sesuatu barang, katakanlah obat atau kosmetik, tidak melulu karena mahalnya tapi cocok atau tidaknya , adapun Electronic lebih tergantung kepada perawatan dan skill bagi penggunanya. Namun apapun itu, keterangan yang kita sampaikan kepada konsumen bukanlah merupakan janji akan cocok atau awetnya sesuatu barang, tapi hanya sekedar penjelasan yang sifatnya standar.
Promosi ....saat kita membuka halaman Web atau situs hampir sebagian besarnya disertakan iklan berbagai macam produk dari kebutuhan pokok s/d kebutuhan ekstra , namun yang membuat hari miris adalah penyampaian janji yang terlalu muluk dan cenderung mengabaikan etika kesopanan / yakni seolah hanya jualannya yang bagus bermutu dan terjamin keampuhannya, yang lain seolah , maaf ,“sampah. Ungkapan ini saya kutip dari morabby saya yang menyoroti perang iklan di televisi yang sekarang menjalar ke dunia maya. Tidak bisakah bersaing secara sopan dan sehat, dalam arti kata tidak menjatuhkan saingan , yang boleh jadi juga saudara kita se iman yang juga mencari nafkah halal melalui dagang langsung (Online), atau apakah memang ini dari strategi marketing atau pemasaran ?
Dalam hal ini saya jadi teringat pengalaman saya sendiri saat bertanya kepada agen peralatan listrik tentang merek sesuatu barang karena banyak produk serupa dengan harga yang terpaut jauh, apa jawabnya ? “Wah !..saya tidak bisa menjamin barang buatan orang, kita bilang bagus kenyataan banyak yang di retur (dikembalikan) karena mudah rusak padahal mahal, kita bilang jelek bayak yang suka, kalau mau, beli saja yang ada garansinya ,, begitulah jawabannya, sebagai pembeli tentu kita bingung dengan jawaban tersebut, dalam hal ini mungkin sebuah ungkapan yang menjadi semboyan dari sebuah pabrik kaos di Jogja bisa kita jadikan pegangan , yakni “Barang bagus tidak murah, barang murah tidak bagus, memang sadis istilah ini tapi itulah umumnya realita di lapangan.
Sebagai pedagang, apa yang di sampaikan oleh agen listrik bahkan juga hal serupa pernah disampaikan oleh agen kosmetik dan obat saya, bagi saya adalah sesuatu kejujuran , bukan melempar tanggung jawab atau cari selamat, tapi apa yang mereka lakukan adalah ketidak inginan di komplain manakala ada masalah atau kendala bahkan ketidak cocokan terhadap barang yang mereka jual kepada konsumen, bila kita mempromosikan barang dagangan terlalu berlebihan.
Beberapa hari yang lalu karena juga menjadi kegiatan sampingan , yakni membuka service leptop dan komputer, seorang pelanggan bertanya setelah komputernya selesai diperbaiki,
Konsumen , berapa lama komputer di warnet kakak ini pakai
Saya , sudah tiga tahun lebih
Konsumen , waduh ! saya baru satu tahun sudah dua kali ganti metherboat, padahal kan disisni hidup lebih dari 12 jam, gimana caranya supaya awet ? merek apa matherboatnya ?
Saat itulah saya bingung , saya hanya menjawab “merk nomor dua yang penting perawatannya, setelah itu saya menerangkan cara perawatannya, dan hadwer serta sofwer apa saja yang harus di pasang dan sedikit kegunaan serta penggunaannya.
Hal seperti ini sering saya ajarkan kepada istri saat menerangkan tentang mutu obat dan kosmetik yang kami jual, yakni intinya, bukan pada mahalnya, tapi pada kecocokan dan kepatuhan pada aturan pakainya, menurut saya hal ini sangat penting agar konsumen tidak termakan oleh promosi yang berlebihan bahkan boleh jadi menyesatkan.
Sugesti... atau ungkapan yang menjadi pendorong/penyemangat terhadap seseorang dalam memakai sesuatu produk itu memang penting ,tapi lebih penting lagi menjaga etika dalam promosi, dan kejujuran juga merupakan aset atau modal dalam berbisnis karena dari hal itulah muncul kepercayaan dan itulah yang mahal.
Terbatasnya akses konsumen terhadap bahan baku sesuatu barang, hingga berapa modal pokok sesuatu produk jangan jadikan kesempatan untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, memang dalam akad jual beli syaratnya “adanya saling ikhlas , namun sebagai muslim , mengutamakan sifat taawwun apalagi terhadap barang kebutuhan pokok seperti makanan atau obat , adalah sifat mulia, tentunya tanpa harus merugikan kita.
Begitu bukan !...
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS 49;12)
Ghibah adalah akar kata atau Masdhar dari kalimat Ghaba , yaghibu, ghaibah yang artinya “ tidak ada , adapun secara istilah “ghaibah adalah membicarakan orang ketiga diluar mutakallim (pembicara) dan Mukhatab (lawan bicara), adapun konotasi ghibah adalah negatif karena yang dibicarakan adalah aibnya.
Dalam sarah bulugfhul maram (subulus salam hal 192 juz 2 /kitab al jami’)
Dari Abu Hurairah ra Rasulullah saw bertanya kepada para sahabatnya ‘ Tahukah kalian apa ghaibah itu, para sahabat menjawab “ Allah dan Rasulnya yang lebih tahu, nabi menjawab ucapanmu terhadap saudaramu dengan apa yang tidak ia suka itulah Ghaibah, bagaimana pendapatmu bila sesuai dengan yang aku ucapkan , jika benar itulah ghibah namun bila tidak itulah dusta/fitnah HR Muslim.
Dari hadits di atas jelaslah konotasi ghibah adalah membicarakan aibnya atau celanya.. lalu adakah ghibah yang boleh, dalam sebuah ayatnya Allah berfirman
“لا يحب الله الجهر بالسوء من القول إلا من ظلم وكان الله سميعا عليما
“ Allah tidak menyukai Ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya, Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.(QS 4;148)
Ada beberapa golongan yang boleh dibuka aibnya atau membuka aibnya
1. Saksi dipengadilan wajib membuka kejahatan tersangka
2. Orang yang dzalim agar orang lain terhindar dari kedzalimannya
3. Orang yang meminta fatwa tentang kedzaliman orang lain pada dirinya meskipun keluarganya
4. Mengadukan seseorang agar diberi nasihat supaya kembali ke jalan yang benar
5. Orang yang terang terangan berbuat bid,ah
6. Orang yang ditugaskan utk melihat calon yang akan di khitbah
Ke enam hal tersebut dibolehkan menurut syara’ karena kepentingan informasinya dan manfaat yang didapat baik oleh yang bersangkutan, orang yang memerlukan informasi seperti hakim dan keperluan khitbah maupun orang banyak.
Wallahu a’lam bissawab