Dalam ilmu fiqih kita mengenal beberapa hukum sesuatu baik berwujud amaliyah, maupun bendawiyah ‘hukum taklifi namanya, yang terbagi dalam lima kategori, yakni 1. Wajib atau rukun (dalam kajian yang lebih dalam wajib dan rukun berbeda), 2. Sunnah atau anjuran, 3. Mubah atau halal, 4. Makruh, 5. Haram.
Lalu bagaimana bila hukum tersebut di transformasikan kepada eksistensi atau keberadaan manusia ?
1. Manusia wajib , yakni seorang manusia yang keberadaannya sangat dibutuhkan yang dalam banyak hal, baik tenaga, pikiran, dana maupun waktunya bahkan yang lebih dari itu, begitu urgen keberadaannya yang andaikata jasanya bisa di beli, orang akan membayar berapa pun .
2. Manusia Sunnah, adalah manusia yang keberadaannya juga sangat dibutuhkan , namun masih bisa tergantikan oleh yang lain, atau absennya masih dapat dicari alternatif penggantinya.
3. Manusia mubah adalah manusia yang ada atau tidaknya tidak banyak membawa arti, karena ke tidak adaan manfaatkan dalam kehadirannya, atau seperti pepatah Arab “ WUJUDUHU KA ‘ADAMIHI (adanya seperti tidak adanya)
4. Manusia makruh adalah manusia yang keberadaannya tidak begitu disukai bahkan cenderung orang berharap agar dia tidak ada bersama sama mereka.
5. Manusia haram adalah manusia yang sama sekali orang tidak pernah berharap kehadirannya, baik pemikiran, tenaga maupun sumbangan morilnya.
Bagi seorang Muslim yang taat kepada Allah dan senantiasa menjaga dirinya dari hal-hal yang dilarang-Nya, tidak perlu risau dengan kondisi lingkungan yang dihadapinya, sebab situasi yang di mana kita seolah terproteksi berada pada salah satu yang lima tergantung siapa yang menciptakan kondisi tersebut, beruntunglah bila lingkungan tersebut sangat kondusif dengan keimanan kita, karena pengaruh positif dari orang-orang beriman yang tinggal di situ, namun bila lingkungan tidak kondusif dengan ke iman kita tentunya tidak harus membuat kita menjadi larut dalam lingkungan tersebut, dengan asumsi agar kita diterima dan menjadi bagian atau menjadi sesuatu yang berarti bagi lingkungan tersebut, jadilah diri kita tetap yang sebenarnya yakni seorang Mukmin meskipun kita menjadi manusia yang tidak dibutuhkan atau bahkan manusia haram, namun haram dikalangkan pelaku maksiat.
Sebagai seorang Mukmin, tunjukkan sikap istiqamah kita, dan bila mampu kita bukan menjadi bagian dari mereka tapi upayakan mereka atau sebagian mereka menjadi bagian dari kita, rubahlah !.. setidaknya warnailah..
Nabi bersabda “
0 komentar
Posting Komentar
Sampaikan keritik dan saran anda