Siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran maka cegahlah dengan tangannya, maka bila tidak mampu cegahlah dengan lisannya, dan apabila tidak mapu juga cegahlah dengan hatinya, maka itulah selemah-lemah iman. (HR Bukhari Muslim)
Hadits tersebut merupakan anjuran agar kita mempunyai keperdulian secara sosial terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar kita , dengan tidak bersikap acuh padahal kita diberikan kemampuan mengatasi setiap problem kehidupan baik yang bersifat ekternal atau di luar keluarga kita maupun internal atau di dalam keluarga kita, dalam pepatah bahasa Arab dikatakan Assukutu ‘anil hal ya dzullu ‘alan ni’am (berdiam diri dari sesuatu menunjukkan kesetujuan). Atau dalam sebuah hadits Rasulullah menyatakan yang artinya (Barang siapa yang berdiam diri dari yang haq , maka ia adalah setan yang bisu). Pencegahan yang bisa kita lakukan tentunya disesuaikan dengan tingkat kemampuan kita, dalam hadits di atas manakala kita mampu cegah dengan tangan, sebagian ulama mengatakan tangan bermakna kekuasaan, yang maksudnya bagi yang mempunyai kekuasaan dalam segi struktur biroksasi semisal Rt, Rw lurah dan jabatan di atasnya sangatlah memungkinkan melakukan pencegahan terhadap terjadinya suatu bentuk kemungkaran dengan kuasa yang dimilikinya, terlebih memang itu menjadi wewenangnya, atau kita punya kapasitas dalam sebuah lembaga sebagai orang yang dituakan atau sebagai pemimpin, jadikan sarana jabatan kita sebagai kendaraan antuk dapat menghalangi suatu bentuk kemungkaran.
Adapun dengan lisan adalah para ulama, atau siapa saja yang suaranya mempunyai pengaruh, karena sifat umum manusia dalam menerima suatu pendapat atau nasihat akan melihat corong atau siapa yang bicara, hal ini penting karena nasehat terlebih dari hati ke hati akan membawa pengaruh yang cukup positif bagi pelaku kemungkaran untuk insyaf secara suka rela , bukan karena tekanan suatu kekuatan atau intimidasi suatu kekuasaan.
Dan yang terakhir dengan hati, kata hati di sini adalah dengan menunjukkan ketidaksukaan kita terhadap kemungkaran yang terjadi baik melalui sikap paling tidak raut muka yang mengindikasikan ketidaksetujuan kita terhadap terjadinya kemungkaran, dalam keadaan kita tidak mampu melakukan sesuatu, terlebih kemungkaran itu dilakukan oleh arang yang mempunyai pengaruh secara sosial , baik dalam segi birokrasi maupun kultur.
Tapi bila yang terakhir ini tidak bisa kita tunjukkan dengan alasan merasa tidak enak, atau emoh pakewuh, lalu kapan kita merasa tidak enak kepada Allah, padahal itu adalah tanda iman yang paling lemah,” maka pertanyaannya ,di mana iman kita ? atau bisa jadi iman kita telah lenyap , dari hati kita naudzu min dzalik
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
0 komentar
Posting Komentar
Sampaikan keritik dan saran anda