Risalah Islam bukanlah merupakan risalah setempat dan terbatas, yang khusus bagi
suatu generasi atau suku bangsa tertentu seperti risalah-risalah sebelumnya, tetapi Islam
adalah risalah yang universal dan sempurna, yang mencakup segala aspek kehidupan, baik
perseorangan maupun kolektif, mulai dari perkara ibadah, hukum, politik, ekonomi, pendidikan,
dan lain sebagainya. Kesempurnaan Islam ini tidak luput membahas tentang adab-adab dalam
bermajelis, dimana tidak sedikit dari kaum muslimin, terutama para aktivis muslim, bermajelis
dan bermusyaw arah dalam kesehariannya. Mengetahui adab-adab dalam majelis adalah suatu
keniscyaan dan keutamaan tersendiri sebagai pengejaw antahan firman Allah _ :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.”5 (QS Al Israa’ 17 : 36).
Dan sabda Nabi _ :
(“Menuntut ilmu wajib bagi tiap Muslim”.)
Maka adalah kewajiban bagi seorang muslim untuk mengetahui ilmunya terlebih dahulu
sebelum beramal, sebagaimana Imam Bukhari telah menjadikan bab العام قبل القول والعمل “Ilmu
sebelum berkata dan beramal”. Berikut ini adalah adab-adab dalam bermajelis 6 :
1. Mengucapkan salam kepada ahli majelis jika ia hendak masuk dan duduk pada majelis
tersebut, hendaknya ia mengikuti majelis tersebut hingga selesai. Jika ia hendak
meninggalkan majelis tersebut, ia harus meminta izin kepada ahli majelis lalu mengucapkan
salam.
2. Tidak menyuruh seseorang berdiri, pindah atau bergeser agar ia menempati tempat
duduknya, dan selayaknya bagi ahli majelis yang telah duduk dalam majelis
merenggangkan tempat duduknya, agar seseorang yang mendatangi majelis tadi
mendapatkan tempat duduk. Hal ini sebagaimana dalam hadits Rasulullah :
“Janganlah kalian menyuruh temannya bangkit dari tempat duduknya, akan tetapi
hendaklah kamu memperluasnya.” (Muttafaq ‘alaihi).
3. Tidak memisahkan dua orang yang sedang duduk agar ia dapat duduk di tengahtengahnya,
kecuali dengan seizinnya, sebagaimana dalam hadits Rasulullah _
“Tidak halal bagi seorang laki-laki duduk di antara dua orang dengan memisahkan mereka
kecuali dengan izinnya.” (HR Abu Daw ud dan Turmudzi, hadits Hasan)
4. Apabila seseorang bangkit dari tempat duduknya meninggalkan majelis kemudian kembali
lagi, maka ia lebih berhak duduk di tempat yang ditinggalkannya tadi. Sebagaimana dalam
sabda Nabi _ :
“Apabila seseorang bangkit dari duduknya lalu ia kembali, maka ia lebih berhaq duduk di
tempatnya tadi.” (HR Abu Daw ud dan Turmudzi, hadits Hasan)
5. Tidak duduk di tengah-tengah halaqoh/majelis, dalilnya :
suatu generasi atau suku bangsa tertentu seperti risalah-risalah sebelumnya, tetapi Islam
adalah risalah yang universal dan sempurna, yang mencakup segala aspek kehidupan, baik
perseorangan maupun kolektif, mulai dari perkara ibadah, hukum, politik, ekonomi, pendidikan,
dan lain sebagainya. Kesempurnaan Islam ini tidak luput membahas tentang adab-adab dalam
bermajelis, dimana tidak sedikit dari kaum muslimin, terutama para aktivis muslim, bermajelis
dan bermusyaw arah dalam kesehariannya. Mengetahui adab-adab dalam majelis adalah suatu
keniscyaan dan keutamaan tersendiri sebagai pengejaw antahan firman Allah _ :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.”5 (QS Al Israa’ 17 : 36).
Dan sabda Nabi _ :
(“Menuntut ilmu wajib bagi tiap Muslim”.)
Maka adalah kewajiban bagi seorang muslim untuk mengetahui ilmunya terlebih dahulu
sebelum beramal, sebagaimana Imam Bukhari telah menjadikan bab العام قبل القول والعمل “Ilmu
sebelum berkata dan beramal”. Berikut ini adalah adab-adab dalam bermajelis 6 :
1. Mengucapkan salam kepada ahli majelis jika ia hendak masuk dan duduk pada majelis
tersebut, hendaknya ia mengikuti majelis tersebut hingga selesai. Jika ia hendak
meninggalkan majelis tersebut, ia harus meminta izin kepada ahli majelis lalu mengucapkan
salam.
2. Tidak menyuruh seseorang berdiri, pindah atau bergeser agar ia menempati tempat
duduknya, dan selayaknya bagi ahli majelis yang telah duduk dalam majelis
merenggangkan tempat duduknya, agar seseorang yang mendatangi majelis tadi
mendapatkan tempat duduk. Hal ini sebagaimana dalam hadits Rasulullah :
“Janganlah kalian menyuruh temannya bangkit dari tempat duduknya, akan tetapi
hendaklah kamu memperluasnya.” (Muttafaq ‘alaihi).
3. Tidak memisahkan dua orang yang sedang duduk agar ia dapat duduk di tengahtengahnya,
kecuali dengan seizinnya, sebagaimana dalam hadits Rasulullah _
“Tidak halal bagi seorang laki-laki duduk di antara dua orang dengan memisahkan mereka
kecuali dengan izinnya.” (HR Abu Daw ud dan Turmudzi, hadits Hasan)
4. Apabila seseorang bangkit dari tempat duduknya meninggalkan majelis kemudian kembali
lagi, maka ia lebih berhak duduk di tempat yang ditinggalkannya tadi. Sebagaimana dalam
sabda Nabi _ :
“Apabila seseorang bangkit dari duduknya lalu ia kembali, maka ia lebih berhaq duduk di
tempatnya tadi.” (HR Abu Daw ud dan Turmudzi, hadits Hasan)
5. Tidak duduk di tengah-tengah halaqoh/majelis, dalilnya :
“Rasulullah _ melaknat orang yang duduk di tengah-tengah halaqoh.” (Abu Daw ud)7
6. Seseorang di dalam majelis hendaknya memperhatikan adab-adab sebagai ber ikut :
- Duduk dengan tenang dan sopan, tidak banyak bergerak dan duduk pada
tempatnya.
- Tidak menganyam jar i, mempermainkan jenggot atau cincinnya, banyak
menguap, memasukkan tangan ke hidung, dan sikap-sikap lainnya yang
menunjukkan ketidakhormatan kepada majelis.
- Tidak terlalu banyak berbicara, bersenda gurau ataupun berbantah-bantahan
yang sia-sia.
- Tidak berbicara dua orang saja dengan berbisik-bisik tanpa melibatkan ahli
majelis lainnya.
- Mendengarkan orang lain berbicara hingga selesai dan tidak memotong
pembicaraannya.
- Bicara yang perlu dan penting saja, tanpa perlu berputar-putar dan berbasa-basi
ke sana ke mari.
- Tidak berbicara dengan meremehkan dan tidak menghormati ahli majelis lain,
tidak merasa paling benar (ujub) dan sombong ketika berbicara.
- Menjawab salam ketika seseorang masuk ke majelis atau meninggalkan majelis.
- Tidak memandang ajnabiyah (w anita bukan mahram), berbasa-basi dengannya,
ataupun melanggar batas hubungan lelaki dengan w anita muslimah bukan
mahram, baik kholwat (berdua-duaan antara laki-laki dan w anita bukan mahram)
maupun ikhtilath (bercampur baur antara laki-laki dan perempuan bukan
mahram).
7. Disunnahkan membuka majelis dengan khutbatul hajah sebagaimana lafadhnya dalam
muqoddimah di aw al risalah ini, dimana Rasulullah _ senantiasa membacanya setiap akan
khuthbah, ceramah, baik pada pernikahan, muhadharah (ceramah) ataupun pertemuan,
dan sunnah inipun dilanjutkan oleh sahabat-sahabat lainnya dan para as-Salaf Ash-sholeh8.
8. Disunnahkan menutup majelis dengan do’a kafaratul majelis. Lafadhnya adalah sebagai
berikut :
Artinya : “Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada
sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan
bertaubat kepada-Mu.” (HR. Turmudzi, Shahih).
Diriw ayatkan pula oleh Turmudzi, ketika
Nabi ditanya tentang do’a tersebut, beliau menjawab, untuk melunturkan dosa selama di
majelis.
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
0 komentar
Posting Komentar
Sampaikan keritik dan saran anda