Ibadah dalam ta’rif atau terminologi syara’ ialah segala perbuatan baik yang diniatkan semata-mata karena Allah itulah ibadah. Dan ibadah adalah bentuk penghambaan kepada sang pencipta yaitu Allah, yang telah menyebabkannya ada di dunia ini, adapun ibadah itu sendiri dilihat dari segi pelaksaannya ada yang bersifat kongkrit dan ada yang abstrak, ada yang formal dan ada yang non formal.
Ibadah ditinjau dalam hal ketentuan tehnis pelaksanaanya dari Allah ada yang mahdah, yaitu suatu ibadah yang sudah ditentukan tata caranya, dengan tidak boleh ditambah, dikurangi apalagi di rubah seperti shalat, puasa haji dan lainnya . dan ada yang Ghairu mahdah, yaitu suatu ibadah yang tata cara pelaksanaannya kita diberikan ruang Ijtihat, karena yang terpenting dalam ibadah ghairu mahdah ini adalah tercapainya tujuan, dan bersifat teknis atau sosial seperti berhaji dgn menggunakan pesawat untuk sarana transportasinya, dan mengembangkan teknologi untuk kemudahan melaksanakan pekerjaan sehari-hari atau sebagai fasilitas kehidupan.
Dalam subuah ayat-Nya Allah berfirman
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .(QS 95/5)
Manusia sebagai Khalifah telah dibekali oleh Allah beberapa hal sebagai penunjang tugas kekhalifahannya dan diciptakan dalam bentuk yang sempurna baik dalam hal fisik maupun psikis dengan Empat hal.
1. Jasad yang syahadah, bisa dilihat bisa diraba
2. Akal untuk berfikir
3. Hawa nafsu yaitu kecenderungan terhadap sesuatu
4. Ruh untuk kehidupan.
Jasad yang di berikan begitu sempurna oleh Allah, tentunya butuh perawatan yang dimulai perkembangannya oleh sifat ketelatenan orang tua kita yg dimulai dengan pemberian ASI dan makanan lainnya yang di suapkan kepada kita dengan kasih sayang yang telah Allah semaikan di hati kedua orang tua kita dalam bentuk adanya hubungan batin yang berlanjut kepada ingin memberikan perhatian dan kehidupan yang lebih, baik untuk perkembangan badan kita maupun masa depan kita, pemberian makanan, baik dengan suka rela ataupun terpaksa kita terima ternyata di kemudian hari hal itu menjadi kebutuhan pokok badan kita, yang asalnya karena ke tidak tahuan kita, kita menolak untuk menerimanya.
Akal merupakan fungsi dari dan adanya otak kita juga merupakan bagian yang cukup vital dalam kehidupan manusia, sebagai sumber perintah kepada seluruh organ tubuh manusia untuk melaksanakan sebuah aktivitas gerakan tangan, kaki dan mendengar serta melihat sebenarnya adalah otak kita yang bekerja dengan memberikan sinyal melalui jaringan syaraf-syarafnya . Adapun perkembangan akal itu sendiri melalui ilmu yang di dapat melalui belajar dan pengalaman, dalam banyak ayat Allah selalu memberikan motivasi dan pertanyaan, afala ta’qilun, afala tatafaqqarun (mengapa kamu tidak berfikir, mengapa kamu tidak bertaqakkur) pada asalnya juga, ilmu itu di masukkan dengan paksa melalui belajar sejak usia dini dan pada asalnya juga kita belum faham akan pentingnya ilmu, sampai akhirnya setelah dewasa kita menjadi tahu betapa pentingnya pengetahuan, betapa urgennya fungsi dari otak kita, baik fungsi sebelah kiri maupun kanan, betapa butuhnya kita terhadap ilmu bahkan otak yang jarang diberi makan dengan asupan pengetahuan menjadi tumpul, dan orang yang jarang berpikir otaknya menjadi tumpul, dalam hal ini Allah juga memberi rangsangan kepada manusia dengan diberinya tantangan agar manusia berusaha mencari jalan keluar, lihatlah perkembangan teknologi yang asalnya sangat sederhana dan manual lalu karena keinginan manusia untuk memudahkan aktivitasnya menjadi modern dan serba otomatis, itu merupakan hasil dari kerja otak yang setelah kita tahu dengan sadar betapa butuhnya kita akan ilmu atau sebuah pengetahuan.
AL-hawa atau kecencederungan terhadap sesuatu juga bagian yang tak kalah pentingnya dalam hidup kita, dalam al-Qur,an disebutkan dengan tiga macam,
1. Nafsu Ammarah , yaitu nafsu yang selalu mengajak kepada keburukan
2. Nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang merasa menyesal apabila melakukan perbuatan yang baik tetapi tidak banyak, lebih menyesal lagi kalau berbuat salah.
3. Nafsu Mutmainnah, yaitu jiwa yang tenang karena selalu terpelihara dari dosa.
Pada saat kita kecil, Hawa atau kecenderungan terhadap sesuatu biasanya berbentuk inginnya memiliki terhadap sesuatu yang menjadi dunia kecil kita, yaitu permainan, nyanyian mendengar cerita dan hal-hal yang menyenangkan karena memang dunia anak, adalah dunia yang utuh, polos, dunia tanpa beban, hingga bila ia menangis maka ia menangis 100 persen, bila ia tertawa, maka ia tertawa 100 persen begitu pun bermain maka ia bermain 100 persen. Dan tentunya seiring berjalannya waktu kecenderungan memiliki atau melakukan sesuatu itu semakin berubah, nafsu atau hawa harus diarahkan terhadap sesuatu yang di ridhai oleh Allah, ringkasnya kecenderungan terhadap sesuatu, ingin memiliki atau melakukan telah membuat peradapan manusia semakin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan keinginannya.
Ruh, yang bukan sekedar nyawa sebagai komponen terpenting dari empat hal yang di miliki manusia yaitu jasad, akal dan hawa nafsu juga mempunyai kebutuhan pokok sebagaimana jasad membutuhkan makanan dan minuman atau akal yang membutuhkan ilmu sebagai makanannya, atau hawa nafsu yang menuntut terpenuhinya segala keinginan, maka ruh membutuhkan Ibadah yang harus bersinergi dengan tiga komponen yang lainnya, untuk mendapat suatu ketenangan jiwa, Allah berfirman yang artinya
(Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenang)
Ingat yang dimaksud tentulah bukan sekedar antonim dari LUPA tapi dengan mengingat akan adanya Allah, adanya tuntutan terhadap segala kenikmatan yang telah dianugerahkan-Nya, membuat otak berfikir hawa berkeinginan tubuh merespons dengan melakukan sesuatu yang akan menyelamatkannya dari kemarahan Sang Maha Besar itulah yang di sebut ibadah, dan tentunya ibadah yang dilakukan harus mempunya landasan yang jelas sumbernya bukan buatan atau karangan manusia yang selalu subyektif dalam penelaahannya, apalagi bersumber dari manusia yang tak pernah dekat kepada Allah. Jika hal itu dilakukan tentulah ketenangan jiwa dapat tercapai, dan bila kita mau sedikit saja berfikir maju sadarlah kita bahwa ibadah adalah kebutuhan kita, selanjutnya hilanglah sekat yang membedakan wajib dan Sunnah, sebab suatu hal yang kita lakukan karena kita pandang sebagi kewajiban lama kelamaan akan menjadi beban, adapun Sunnah akan mengentengkan pelakunya. Ringkasnya bila kita masih merasa ibadah itu adalah sesuatu yang memberatkan dan kita terpaksa melakukannya maka ruh kita seperti hawa atau jasad atau akal yang masih belum dewasa, pendek kata ruh kita masih kanak-kanak. Wallahu a’lam.
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
Bos... Mungkin yg d mksd adalah QS.95 ayat 5, trus berkaitan dg ayat tsb, gmn dg manusia yg cacat fisik? Di mana letak sempurnanya? Mhn d jelaskan..
ada yang salah pada peletakan ayatnya.