MagzNetwork

Pemimpin yang mencalonkan diri

Diposting oleh Mastindi | 20.46 | | 0 komentar »

Bolehkah meminta jabatan.

Ada yang berkata “politik itu kotor.

Dalam Fiqih dikenal dengan “Siasah, meski  sayang bab tentang hal ini pada sebagian besar kitab fiqih di letakkan di belakang.

Politik sebenarnya adalah cara untuk mencapai kekuasaan, baik dengan system demokrasi maupun syura atau musyawarah, meski caranya berbeda namun tujuannya sama, walau begitu dalam hal ini mesti di ingat system demokrasi sebagai produk barat/Jahiliyah, melahirkan pemimpin yang jauh berbeda dengan system Syura atau Musyawarah sebagai aturan Islam.

Lalu bagaimana dengan Rasulullah dan para khulafaury  rasydin , bukankah mereka juga berpolitik ?

Sebenarnya politik tidak kotor , karena politik adalah wasilah atau sarana untuk menyatukan ummat dalam satu barisan, yang kotor adalah pelaku dari politik tersebut, baik karena ingin mempertahankan kekuasaannya, atau berambisi mendapat kekuasaan hingga melakukan berbagi cara kotor, dan pada system demokrasi itulah mendapat kekuasaan secara curang mendapat celah, karena demokrasi menghitung jumlah suara bukan menimbang bobot pemberi suara, apa bedanya suara seorang pencuri dan seorang ulama sekaliber Yusuf Kordawi misalnya, sedangkan pada system Syura ialah berkumpulnya orang orang yang terbaik untuk mencari yang paling baik.

Lalu bagaimana kalau ada orang yang menawarkan diri ?..

Dalam sirah nabawiyah tentang nabi Yusuf AS. Allah berfirman

Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (QS 12;55)

Beliau menawarkan diri karena yakin dapat bekerja secara profesional dengan tuntunan wahyu, dan juga di tambah tidak adanya tenaga ahli pada masa itu yang mampu mengatasi kemarau panjang yang akan datang dengan membuat bendungan besar di sekitar sungai Nil.

Bila konteknya seperti yang terjadi pada masa nabi Yusuf AS. maka mutlak harus ada kaum Muslimin yang maju untuk dapat naik menjadi penguasa, apalagi bila calon-calon yang ada tidak mungkin dapat menjalankan amanah secara fair dan jujur, tidak kapabel maupun bermoral.

Wajib hukumnya bagi seorang mukmin menegakkan hukum Allah, bahkan termasuk kafir , dzalim dan fasiq bagi yang mengingkarinya.

maka karena itulah harus ada kekuasaan yang akan mengawal menjadi payung tegaknya hukum Allah, dan itu tidak akan terjadi manakala tidak kekuasaan yang menopang. Dalam Qaidah usul di katakan

“ LIL WASAILI HUKMUL MAQASID

(Sarana dan hukum yang dituju itu sama)

Artinya bila tujuannya itu wajib maka sarana yang menjadi penunjangnya juga wajib.
Kaum Muslimin harus/wajib Bahu membahu untuk bisa menegakkan aturan Allah, meski untuk mencapainya jalan yang dilalui bukanlah jalan Allah (demokrasi) karena jalan itulah yang tersedia dan konstitusional sah di akui sekarang di negeri kita.

Banyak ayat telah mengajarkan kepada kita sebagi wujud atau bukti ajaran Islam yang sangat universal, yakni bagaimana cara memilih pemimpin, dan ayat itu juga dapat diterapkan pada system domokrasi.

Wallahu a’lam.






Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas

0 komentar

Posting Komentar

Sampaikan keritik dan saran anda