Bolehkah meminta jabatan.
Ada yang berkata
“politik itu kotor.
Dalam Fiqih
dikenal dengan “Siasah, meski sayang bab
tentang hal ini pada sebagian besar kitab fiqih di letakkan di belakang.
Politik sebenarnya
adalah cara untuk mencapai kekuasaan, baik dengan system demokrasi maupun syura
atau musyawarah, meski caranya berbeda namun tujuannya sama, walau begitu dalam
hal ini mesti di ingat system demokrasi sebagai produk barat/Jahiliyah, melahirkan
pemimpin yang jauh berbeda dengan system Syura atau Musyawarah sebagai aturan
Islam.
Lalu bagaimana
dengan Rasulullah dan para khulafaury rasydin , bukankah mereka juga berpolitik ?
Sebenarnya politik
tidak kotor , karena politik adalah wasilah atau sarana untuk menyatukan ummat
dalam satu barisan, yang kotor adalah pelaku dari politik tersebut, baik karena
ingin mempertahankan kekuasaannya, atau berambisi mendapat kekuasaan hingga
melakukan berbagi cara kotor, dan pada system demokrasi itulah mendapat
kekuasaan secara curang mendapat celah, karena demokrasi menghitung jumlah
suara bukan menimbang bobot pemberi suara, apa bedanya suara seorang pencuri
dan seorang ulama sekaliber Yusuf Kordawi misalnya, sedangkan pada system Syura
ialah berkumpulnya orang orang yang terbaik untuk mencari yang paling baik.
Lalu bagaimana
kalau ada orang yang menawarkan diri ?..
Dalam sirah
nabawiyah tentang nabi Yusuf AS. Allah berfirman
“Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku
bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga,
lagi berpengetahuan". (QS 12;55)
Beliau
menawarkan diri karena yakin dapat bekerja secara profesional dengan tuntunan
wahyu, dan juga di tambah tidak adanya tenaga ahli pada masa itu yang mampu
mengatasi kemarau panjang yang akan datang dengan membuat bendungan besar di
sekitar sungai Nil.
Bila
konteknya seperti yang terjadi pada masa nabi Yusuf AS. maka mutlak harus ada
kaum Muslimin yang maju untuk dapat naik menjadi penguasa, apalagi bila
calon-calon yang ada tidak mungkin dapat menjalankan amanah secara fair dan
jujur, tidak kapabel maupun bermoral.
Wajib
hukumnya bagi seorang mukmin menegakkan hukum Allah, bahkan termasuk kafir ,
dzalim dan fasiq bagi yang mengingkarinya.
maka
karena itulah harus ada kekuasaan yang akan mengawal menjadi payung tegaknya
hukum Allah, dan itu tidak akan terjadi manakala tidak kekuasaan yang menopang.
Dalam Qaidah usul di katakan
“
LIL WASAILI HUKMUL MAQASID
(Sarana
dan hukum yang dituju itu sama)
Artinya
bila tujuannya itu wajib maka sarana yang menjadi penunjangnya juga wajib.
Kaum
Muslimin harus/wajib Bahu membahu untuk bisa menegakkan aturan Allah, meski
untuk mencapainya jalan yang dilalui bukanlah jalan Allah (demokrasi) karena jalan
itulah yang tersedia dan konstitusional sah di akui sekarang di negeri kita.
Banyak
ayat telah mengajarkan kepada kita sebagi wujud atau bukti ajaran Islam yang
sangat universal, yakni bagaimana cara memilih pemimpin, dan ayat itu juga
dapat diterapkan pada system domokrasi.
Wallahu
a’lam.
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
0 komentar
Posting Komentar
Sampaikan keritik dan saran anda