Sayyidina Umar
pernah berkata “ andai saja ada seekor unta yang tersesat di tepi sungai maka
aku pasti dimintai pertanggung jawaban oleh Allah.
Salah
satu amanat undang-undang dasar ialah, agar negara memakai harta kekayaan yang
didapat dari sumber daya alam dan pajak untuk kesejahteraan rakyat yang seluas
luasnya.
Menurut
saya, apa yang sampaikan oleh Sayyidina Umar RA. Merupakan ungkapan kiasan atau
ungkapan metafora, yakni onta yang kehausan di tepi sungai lalu mati karena
begitu sulit mencapai bibir sungai untuk minum.
Negara
adalah lembaga formal yang diberi amanah mengelola kekayaan alam untuk
kemaslahatan ummat manusia, dalam negara Islam kita kenal dengan Baitul maal
(rumah harta).
Sebagai
sebuah lembaga besar, negara membentuk jalur birokrasi dari tingkat Rt, Rw
kelurahan, kecamatan, walikota hingga berujung pada lembaga tinggi negara yang
membidangi masalah kesejahteraan rakyat, dan itulah jalur prosudural formal yang
menjadi jalur keluarnya distribusi bantuan, atau lebih tepatnya bagi rakyat
mendapatkan haknya yang dikuasai penguasa.
Lalu
bagaimana kalau lingkaran kecil dari RT, Rw hingga ujung birokrasi dikuasai
oleh manusia-manusia serakah yang tidak amanah, sementara perut rakyat sudah
mendesak untuk di isi karena telah lama dililit rasa lapar ?
Maka
jadilah jalur birokrasi tersebut menjelma menjadi lingkaran setan. Seorang pejabat
tingkat rendah mulailah memulai tugasnya, proposal pun di ajukan berisi data faktual
mengenai jabatan dan tugasnya serta kondisi rakyat yang dipimpinnya, juga mengenai
kondisi rill terakhir nasib rakyatnya, bukan hanya satu tapi beberapa pejabat
rendah mengajukan hal yang sama.
Dengan
baju jabatannya mereka mendatangi lembaga yang ditunjuk untuk melakukan adu
argumentasi, dengan mempresentasikan proposal yang sudah di susun, berharap desa
mereka mendapat prioritas utama mendapatkan kucuran dana, dari lembaga yang
berwenang, di sinilah mulai jelas terlihat permainan licik lingkaran setan
jalur birokrasi, agar kucuran dana didahulukan ke desanya, maka sang pejabat
harus mengeluarkan dana extra agar proposal segera di cover.
Proposal
yang di selipkan segepok uang pun mendapat prioritas utama di terima dan
dimasukkan , dalam rencana anggaran belanja/pengeluaran daerah untuk desa
Miskin pada tahun yang akan datang bila (tidak mendesak).
Apa
langsung cair ? tidak !.. untuk kedua kalinya sang pejabat tingkat rendah pun
harus mengeluarkan dana extra agar bantuan segera cair.
Maka
cairlah dana tersebut , di distribusikan melalui jalur birokrasi dari yang
tertinggi sampai yang terendah , bila untung tak ada potong di setiap
birokrasi, bila buntung maka bantuan akan sampai dengan potongan hampir 25
persen.
Dengan
alasan tidak etis, atau etika birokrasi, sang pejabat tidak punya alasan tepat
untuk menjelaskan kepada masyarakat, kenapa nominal bantuan yang sampai tidak sesuai
dengan yang di janjikan .
Tidak
banyak rakyat yang faham akan hal tersebut, yang sebenarnya menjadi hal lumrah
di negeri ini, bahkan bantuan untuk Masjid pun ada yang menggunakan makelar
semacam LSM, dengan akad awalnya, “bila proposal di terima dan bantuan cair
maka harus ada fee sebagai imbalan jasa, sampai dengan fikti-fikti (50 % 50 %),
mereka beralasan “dari pada tidak ada bantuan, kan lumayan meskipun fikti-fikti.
Jabatan,
entah apa tingkatannya bagaikan sehelai baju, dan karena prosudurnya hanya
dengan baju itu seseorang bisa mengakses ke dalam lingkaran kekuasaan yang
bagaikan lumpur, maka mau tidak mau saat terjun ke dalam lingkaran kekuasaan
maka baju pun akan terkena noda lumpurnya.
Dalam
Qaidah usul di katakan “ mendatangkan kemaslahatan jauh lebih baik dari menolak
kemudharatan. Artinya,”Mendatangkan kemaslahatan adalah dapat terpenuhinya hak
rakyat, jauh lebih di prioritaskan dari pada berdebat tentang kotornya jalur
birokrasi, lalu bersikukuh dengan idealismenya bahwa tidak akan menggunakan
jalur kotor untuk mendapatkan bantuan, maka yang terjadi bantuan tidak akan
dikucurkan dan perut rakyat akan semakin lapar.
Maka
bila jabatan bagaikan sehelai baju, dan mau tidak mau suka tidak suka kita
harus mengenakan baju itu untuk mendapatkan apa yang menjadi hak rakyat,
biarkan baju itu saja yang kotor, BUKAN HATINYA.
Selanjutnya
serahkan kepada Allah, seorang mantan presiden Amerika pernah mengatakan “
Jabatan bagaikan seekor harimau, ia harus di tunggangi kalau tidak kita yang
akan di terkam.
Wallahu
a’lam.
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
0 komentar
Posting Komentar
Sampaikan keritik dan saran anda