z`»ysö6ß üÏ%©!$# 3uó r& ¾ÍnÏö7yèÎ/ Wxøs9 ÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# Ï%©!$# $oYø.t»t/ ¼çms9öqym ¼çmtÎã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»t#uä 4
¼çm¯RÎ) uqèd ßìÏJ¡¡9$# çÅÁt7ø9$# ÇÊÈ
1.
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Isra’ (perjalanan
malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa) dan Mi’raj (naiknya Rasulullah SAW
dari bumi Palestina ke Sidratil Muntaha) adalah peristiwa agung, yang kita
kenal dengan “MU’JIZAT , yakni
peristiwa luar biasa sebagai tanda kenabian yang berada di luar logika manusia.
Allah telah
memulia ayat-Nya yang mulia dengan kalimat Tasbih (Subhanallah) yang jarang
diberlakukan pada ayat yang lain, yang mana peristiwa luar biasa tersebut pada
akhir kemudiannya menjadi fitnah di kalangan ummat Islam, yang dangkal imannya,
yakni tentang apakah rasul Isra’ mi’rajnya dengan jasad, atau ruhnya saja ?
atau hanya mimpi saja ?
Ada yang
mengatakan “secara logika dengan perjalanan yang begitu singkat pada jarak yang
begitu jauh, tidak mungkin rasul Isra’ mi’rajnya dengan jasad, karena secara
teori fisika, bila benda padat dilontarkan dengan kecepatan tinggi bahkan
melebihi kecepatan cahaya maka akan hancur.
Yang lain
mengatakan peristiwa Isra’ mi’rajnya adalah mu’jizat jadi tidak ada yang tidak
mungkin dalam mu’jizat karena pelakunya adalah Allah.
Yang lain
mengatakan Rasulullah Isra’ mi’rajnya hanya melalui mimpi.
Bagi saya yang awam
mencoba memahami peristiwa tersebut dengan logika keimanan karena logika
keimanan wilayahnya bukan otak dengan akalnya namun wilayahnya adalah hati.
Saya memahami juga
melalui tata bahasa dari ayat tersebut.
Pertama : Allah
memulai ayat-Nya dengan kalimat Tasbih (Subhanallah) yang menunjukkan ayat
tersebut merupakan visualisasi dari sebuah mu’jizat.
Kedua :ayat
tersebut pada kata kerjanya (Asra)menggunakan kata kerja aktif (Muta’addi) di
mana dalam ayat tersebut subjek/fail atau pelaku bukanlah Rasulullah melainkan
Allah, posisi rasul ketika itu adalah pasif, yang bekerja adalah Allah.
Ketiga: ayat
tersebut pada Maf’ulbihnya/objeknya menggunakan kata bantu “BI (bi’abdihi) yang
menunjukkan kekhususan/littahsis, ini artinya hanya Rasulullah yang diberikan
kekhususan dalam perjalanan tersebut, dan tidak diberikan kepada nabi dan
rasulnya yang lain.
Ke empat:
kata/kalimat “LAILAN, adalah isim Nakirah yang menunjukkan makna umum, namun
dalam redaksi ayat tersebut kalimat “LAILAN mempunyai makna sedikit, yakni
sedikit malam, sebagaimana yang disepakati oleh para ahli tafsir, bahwa
perjalanan Isra’ mi’rajnya baginda mulia hanya memakan waktu tak lebih dari
semalam, itulah yang menjadi tanda akan mu’jizatnya, yakni perjalanan jauh
ditempuh dengan waktu yang singkat.
Ke lima :
mengambil star dari Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsa yang kelak keduanya
menjadi kiblat ummat Islam.
Ke enam : rute
perjalanan Isra’ mi’rajnya, ialah di daerah yang sebelumnya telah dilahirkan
beberapa nabi dan rasul dan setelahnya menjadi bukti keteguhan keimanan ummat
Islam yakni Palestina sebagai yang menjadi tujuan jalan pintas menuju surga ,
yaitu dengan berjihad membela kehormatan ummat Islam yang dilambangkan dengan
Masjidil Aqsa.
Selanjutnya :
Allah menunjukkan kekuasaan-Nya dengan berbagai peristiwa di luar logika kita
dalam perjuangan ummat Islam di Palstina.
Ini pandangan
saya , lalu bagaimana menurut anda ?