Beda pendapat !. benarkah Rachmad
اختلاف امتى رحمة
(perbedaan pendapat pada ummatku adalah rachmat)
Pernah dengar ungkapan di atas ? para ulama ahli hadits mengatakan “ungkapan tersebut bukan hadits, melainkan ucapan ulama, tapi redaksinya seperti hadits, sebagian lagi mengatakan hadits daif (lemah), bahkan maudhu (palsu), mereka mengatakan :
لاأصل له
Artinya “tidak ada asalnya (hadits itu)
Hal ini karena hadits tersebut bertentangan dengan al-Qur,an (yg menjadi salah satu syarat hadits shaheh),
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, (QS 3;103)
ولا تكونوا كالذين تفرقوا واختلفوا من بعد ما جاءهم البينات وأولئك لهم عذاب عظيم
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,(QS 3;105)
Pertanyaannya “apakah perbedaan itu tidak ada ?
Perbedaan itu adalah fitrah atau manusiawi, bahkan dalam hal syar,e , Abu Bakar RA. Berbeda pendapat dengan sahabat yang lain tentang sangsi pelanggar Zakat, Usman RA. Juga berbeda pendapat tentang penunjukan posisi jabatan penting, bahkan di anggapnya mengutamakan para kerabatnya.
Perbedaan pendapat, selama terjadi dalam hal yang sifatnya bukan primer, pokok atau prinsip adalah merupakan khazanah kekayaan intelektual Islam, bahkan perbedaan pendapat secara alamiah pasti terjadi setelah Islam tersebar jauh ke pelosok negeri luar jazirah Arab, karena situasi dan kondisi yang memaksa terjadinya perbedaan pendapat tersebut, hal ini terbukti dengan banyaknya Madzhab atau pendapat yang dibukukan yang di antaranya terkenal adalah 4 pendapat atau Madzhab yakni bila di urut sesuai masa dakwah mereka,
yang pertama Imam Abu Hanifah tahun 80 s/d 150 H.
Ke dua : Imam Malik tahun 93 s/d 179 H.
Ke tiga : Imam Syafi’e tahun 150 s/d 204 H
Ke empat : Imam Ahmad tahun 162 s/d 241 H.
Perbedaan pendapat di kalangan orang alim atau berilmu memang merupakan Rachmad sebagai wujud betapa luasnya lapangan Ijtihad dalam Islam, selama itu tidak keluar dari yang prinsip, dan menjadi kekayaan ilmu pengetahuan dalam Islam, karena setiap kali Al-Qur,an di baca setiap kali itu pula kita selalu mendapatkan pemahaman yang baru.
Namun bagaimana bila perbedaan pendapat itu terjadi di kalangan orang awam, yang setiap hari dari pagi sampai sore ada di sawah, di pabrik, di jalanan baik sebagai buruh maupun petani yang tak ada waktu dan kesempatan mempelajari agama ini dengan lebih dalam, mereka hanya manut (tunduk) pada ucapan Ustadz atau Kiayinya, bahkan keduanya menjadi figur sentral yang amat di kultuskan, sampai-sampai mereka menganggap Ustadz atau Kiayinya tidak pernah salah, maka perbedaan boleh jadi menjadi sumber masalah atau “laknat.
Dan yang lebih miris lagi kadang sang Ustadz mengambil keuntungan dari ke figuran mereka dengan mengagungkan pemahaman mereka dan merendahkan pemahaman pihak lain yang berbeda, untuk menjaga eksistensi mereka di depan jamaahnya, mereka tidak diberi pemahaman yang benar, agar bisa membedakan mana khilafiyah, Khurafat dan Bid,ah, yang mereka tahu bila berbeda berarti “musuh.
Bila itu yang terjadi kapan ummat ini bisa bersatu ? padahal musuh Islam saling bahu membahu berusaha menghancurkan Islam baik dari dalam maupun dari luar tubuh Islam.
Maka sekarang solusinya, beri pencerahan kepada Ummat, pahamkan mereka “ bahwa perbedaan selama bukan hal yang prinsip dan telah final adalah fitrah, dan harus di sikapi dengan arif dan bijaksana.
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
0 komentar
Posting Komentar
Sampaikan keritik dan saran anda