MagzNetwork

berdakwah dari yang terdekat

Diposting oleh Mastindi | 22.56 | | 0 komentar »

Saat kita mulai menapaki jalan dakwah, maka manajemen dakwah juga mutlak kita kuasai, baik dari segi materinya maupun mad,unya (objek dakwah) dari mana dakwah itu kita mulai.

Salah satu pijakan dalam berdakwah dari sisi objeknya Allah telah membuat sebuah pijakan dalam salah satu ayatnya .

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, (QS 26 : 214)
Dekat, baik dalam hal pertalian nasab/keluarga maupun geografis.

Berdakwah mulai dari yang terdekat inilah yang banyak diabaikan, padahal ada beberapa sisi positif yang dapat terbentuk .

Pertama :secara psikologis da’i akan menjaga sikap dan kata-katanya  karena dia tinggal dalam lingkungan jamaah/murid-muridnya.

Kedua : da’i  laksana dokter yang harus tahu persis penyakit pasiennya, dengan demikian akan mudah mendiagnosanya, artinya seorang da’i harus tahu penyakit sosial dan moral serta kebutuhan spiritual jamaahnya, dan hal itu tidak mungkin manakala seorang dai jauh dari jamaahnya, serta  minim interaksi .

Ketiga : Dakwah dimulai dari tablig/promosi, taklim/pembelajaran lalu taqwin/ pelaksanaan dan dekatnya seorang da’i kepada jamaahnya akan mudah mempermudah proses keberhasilan dakwah, itu pun dengan catatan adalah sinergi atau kerja sama dari semua pihak, baik dari lingkungan keluarga maupun masyarakat.

Dan beberapa hal manfaat yang lainnya.

Maka sangat ironi, bila dalam sebuah lingkungan masyarakat , ada satu dua orang hamba yang Allah berikan kemampuan dalam hal menyampaikan ilmu, tapi berdakwah jauh dari lingkungan tempat ia tinggal, diabaikan masyarakat  di mana ia dibesarkan.


Bersifat pemalu

Diposting oleh Mastindi | 04.37 | | 0 komentar »


“BERJALAN DENGAN RASA MALU,Ungkapan tersebut merupakan bagian dari sepenggal kisah 2 putri nabi Syu’aib AS. ketika bertemu nabi Musa AS, ketika Musa membantunya mengambilkan air di sumur.

Rasa malu yang merupakan bagian dari iman sudah seharusnya menjadi bagian yang wajib dimiliki setiap Muslim , dan lebih wajib lagi dimiliki oleh kaum Hawa/Muslimah.

Hal ini tergambar dari sikap 2 putri nabi Syu’aib yang diungkapkan dan diabadikan Allah dalam al-Qur,an ketika berjalan pun keduanya memilih berada di belakang nabi Musa AS, dan Musa pun memilih berjalan di depannya, makna filosofinya laki-laki adalah pemimpin bukan pengawal .

Nabi Musa dan 2 putri nabi Syu’aib khawatir bila berjalan di depannya tiupan angin nakal akan menyingkap gaunnya , atau setidaknya menunjukkan lekuk-liku tubuhnya.

Begitulah seharusnya Muslim dan Muslimah bisa saling menjaga akhlaq saat berinteraksi dengan lawan jenisnya.

Adapun laki-laki tidak pada mahqamnya menjadi pengawal, melainkan sebagai pemimpin, peminpin lebih tinggi dari sekedar mengawal, pemimpin mengayomi dan melindungi serta memberikan kesejahteraan , adapun pengawal  hanyalah melindungi.