MagzNetwork

IBADAH ADALH KEBUTUHAN

Diposting oleh Mastindi | 17.44 | | 2 komentar »


Ibadah dalam ta’rif atau terminologi syara’ ialah segala perbuatan baik yang diniatkan semata-mata karena Allah itulah ibadah. Dan ibadah adalah bentuk penghambaan kepada sang pencipta yaitu Allah, yang telah menyebabkannya ada di dunia ini, adapun ibadah itu sendiri dilihat dari segi pelaksaannya ada yang bersifat kongkrit dan ada yang abstrak, ada yang formal dan ada yang non formal.


Ibadah ditinjau dalam hal ketentuan tehnis pelaksanaanya dari Allah ada yang mahdah, yaitu suatu ibadah yang sudah ditentukan tata caranya, dengan tidak boleh ditambah, dikurangi apalagi di rubah seperti shalat, puasa haji dan lainnya . dan ada yang Ghairu mahdah, yaitu suatu ibadah yang tata cara pelaksanaannya kita diberikan ruang Ijtihat, karena yang terpenting dalam ibadah ghairu mahdah ini adalah tercapainya tujuan, dan bersifat teknis atau sosial seperti berhaji dgn menggunakan pesawat untuk sarana transportasinya, dan mengembangkan teknologi untuk kemudahan melaksanakan pekerjaan sehari-hari atau sebagai fasilitas kehidupan.
Dalam subuah ayat-Nya Allah berfirman


Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .(QS 95/5)


Manusia sebagai Khalifah telah dibekali oleh Allah beberapa hal sebagai penunjang tugas kekhalifahannya dan diciptakan dalam bentuk yang sempurna baik dalam hal fisik maupun psikis dengan Empat hal.


1. Jasad yang syahadah, bisa dilihat bisa diraba
2. Akal untuk berfikir
3. Hawa nafsu yaitu kecenderungan terhadap sesuatu
4. Ruh untuk kehidupan.


Jasad yang di berikan begitu sempurna oleh Allah, tentunya butuh perawatan yang dimulai perkembangannya oleh sifat ketelatenan orang tua kita yg dimulai dengan pemberian ASI dan makanan lainnya yang di suapkan kepada kita dengan kasih sayang yang telah Allah semaikan di hati kedua orang tua kita dalam bentuk adanya hubungan batin yang berlanjut kepada ingin memberikan perhatian dan kehidupan yang lebih, baik untuk perkembangan badan kita maupun masa depan kita, pemberian makanan, baik dengan suka rela ataupun terpaksa kita terima ternyata di kemudian hari hal itu menjadi kebutuhan pokok badan kita, yang asalnya karena ke tidak tahuan kita, kita menolak untuk menerimanya.


Akal merupakan fungsi dari dan adanya otak kita juga merupakan bagian yang cukup vital dalam kehidupan manusia, sebagai sumber perintah kepada seluruh organ tubuh manusia untuk melaksanakan sebuah aktivitas gerakan tangan, kaki dan mendengar serta melihat sebenarnya adalah otak kita yang bekerja dengan memberikan sinyal melalui jaringan syaraf-syarafnya . Adapun perkembangan akal itu sendiri melalui ilmu yang di dapat melalui belajar dan pengalaman, dalam banyak ayat Allah selalu memberikan motivasi dan pertanyaan, afala ta’qilun, afala tatafaqqarun (mengapa kamu tidak berfikir, mengapa kamu tidak bertaqakkur) pada asalnya juga, ilmu itu di masukkan dengan paksa melalui belajar sejak usia dini dan pada asalnya juga kita belum faham akan pentingnya ilmu, sampai akhirnya setelah dewasa kita menjadi tahu betapa pentingnya pengetahuan, betapa urgennya fungsi dari otak kita, baik fungsi sebelah kiri maupun kanan, betapa butuhnya kita terhadap ilmu bahkan otak yang jarang diberi makan dengan asupan pengetahuan menjadi tumpul, dan orang yang jarang berpikir otaknya menjadi tumpul, dalam hal ini Allah juga memberi rangsangan kepada manusia dengan diberinya tantangan agar manusia berusaha mencari jalan keluar, lihatlah perkembangan teknologi yang asalnya sangat sederhana dan manual lalu karena keinginan manusia untuk memudahkan aktivitasnya menjadi modern dan serba otomatis, itu merupakan hasil dari kerja otak yang setelah kita tahu dengan sadar betapa butuhnya kita akan ilmu atau sebuah pengetahuan.


AL-hawa atau kecencederungan terhadap sesuatu juga bagian yang tak kalah pentingnya dalam hidup kita, dalam al-Qur,an disebutkan dengan tiga macam,


1. Nafsu Ammarah , yaitu nafsu yang selalu mengajak kepada keburukan
2. Nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang merasa menyesal apabila melakukan perbuatan yang baik tetapi tidak banyak, lebih menyesal lagi kalau berbuat salah.
3. Nafsu Mutmainnah, yaitu jiwa yang tenang karena selalu terpelihara dari dosa.


Pada saat kita kecil, Hawa atau kecenderungan terhadap sesuatu biasanya berbentuk inginnya memiliki terhadap sesuatu yang menjadi dunia kecil kita, yaitu permainan, nyanyian mendengar cerita dan hal-hal yang menyenangkan karena memang dunia anak, adalah dunia yang utuh, polos, dunia tanpa beban, hingga bila ia menangis maka ia menangis 100 persen, bila ia tertawa, maka ia tertawa 100 persen begitu pun bermain maka ia bermain 100 persen. Dan tentunya seiring berjalannya waktu kecenderungan memiliki atau melakukan sesuatu itu semakin berubah, nafsu atau hawa harus diarahkan terhadap sesuatu yang di ridhai oleh Allah, ringkasnya kecenderungan terhadap sesuatu, ingin memiliki atau melakukan telah membuat peradapan manusia semakin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan keinginannya.
Ruh, yang bukan sekedar nyawa sebagai komponen terpenting dari empat hal yang di miliki manusia yaitu jasad, akal dan hawa nafsu juga mempunyai kebutuhan pokok sebagaimana jasad membutuhkan makanan dan minuman atau akal yang membutuhkan ilmu sebagai makanannya, atau hawa nafsu yang menuntut terpenuhinya segala keinginan, maka ruh membutuhkan Ibadah yang harus bersinergi dengan tiga komponen yang lainnya, untuk mendapat suatu ketenangan jiwa, Allah berfirman yang artinya


(Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenang)


Ingat yang dimaksud tentulah bukan sekedar antonim dari LUPA tapi dengan mengingat akan adanya Allah, adanya tuntutan terhadap segala kenikmatan yang telah dianugerahkan-Nya, membuat otak berfikir hawa berkeinginan tubuh merespons dengan melakukan sesuatu yang akan menyelamatkannya dari kemarahan Sang Maha Besar itulah yang di sebut ibadah, dan tentunya ibadah yang dilakukan harus mempunya landasan yang jelas sumbernya bukan buatan atau karangan manusia yang selalu subyektif dalam penelaahannya, apalagi bersumber dari manusia yang tak pernah dekat kepada Allah. Jika hal itu dilakukan tentulah ketenangan jiwa dapat tercapai, dan bila kita mau sedikit saja berfikir maju sadarlah kita bahwa ibadah adalah kebutuhan kita, selanjutnya hilanglah sekat yang membedakan wajib dan Sunnah, sebab suatu hal yang kita lakukan karena kita pandang sebagi kewajiban lama kelamaan akan menjadi beban, adapun Sunnah akan mengentengkan pelakunya. Ringkasnya bila kita masih merasa ibadah itu adalah sesuatu yang memberatkan dan kita terpaksa melakukannya maka ruh kita seperti hawa atau jasad atau akal yang masih belum dewasa, pendek kata ruh kita masih kanak-kanak. Wallahu a’lam.

Ibadah Puasa

Diposting oleh Mastindi | 16.32 | 0 komentar »
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,


Tak dapat dipungkiri semua perintah dan larangan Allah mempunyai maksud atau tujuan yang jelas, yang pada ujung kemanfaatannya kembali kepada manusia itu sendiri, karena pada prinsipnya bila kita mau bersifat kritis terhadap, Amar dan Nahi, atau perintah & larangan semuanya bukanlah kepentingan Allah, sebab Allah tidak berkepentingan kepada ketaatan manusia, sebagai Zat yang Maha segala-galanya.


Begitu pun puasa yang kita laksanakan, merupakan kepentingan mutlak manusia agar terdidik, melalui hikmah-hikmahnya dengan tujuan akhirnya mendidik kita menjadi orang yang bertaqwa,. Taqwa merupakan strata tertinggi di sisi Allah setelah Islam dan Iman, dan bila ini terwujud maka akan tercipta suatu tatanan kehidupan yang saling menguntungkan antar manusia itu sendiri, sebab dengan Taqwa masing-masing pribadi akan berusaha menjadi orang yang senantiasa mampu memelihara dirinya dari segala hal yang merugikan orang lain dan dirinya sendri.
Rasulullah bersabda .


(Puasalah kamu maka kamu akan sehat)


Kesehatan yang di inginkan oleh Rasulullah tentulah bukan hanya kesehatan lahiriyah atau bersifat jasadiah, sebab hal ini dapat juga dilakukan oleh orang kafir, dan puasa yang diperintahkan mempunyai ciri dan perbedaan yang nyata dengan puasa orang-orang jahiliyah, sebab bila tujuannya hanya sehat tentulah tidak perlu adanya qaidah atau aturan-aturan yang khusus dan waktu-waktu tertentu dalam tehnis pelaksanannya, oleh karena hal itulah yang mulia bersabda dalam haditsnya yang lain,


(Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak ada yang diperoleh dari puasanya melainkan hanya lapar dan haus saja)


Berpuasa sebenarnya mengajarkan banyak hal kepada kita, yang bermuara pada keikhlasan kita, baik ke ikhlaskan yang bersifat vertikal, atau kepada Allah maupun horizontal, yakni kepada sesama hamba Allah


1. Ikhlas dalam beramal, sebab ibadah puasa adalah ibadah Syirriyah atau rahasia yang pelaksanaannya hanya kita dan Allah saja yang tahu, salah satu contoh bila kita berwudhu bersebelahan dgn orang lain, tahukah kita bila atau dia bila saat berkumur dengan sengaja menelan airnya, di sinilah kita diajarkan kejujuran, oleh sebab itulah puasa adalah amal yang terhindar dari riya.


2. Ikhlas dalam menerima, sebab pahala dari ibadah puasa tidak Allah jelaskan kisaran nilanya, hal ini juga harus mengajarkan kita sikap menerima terhadap ketentuan-ketentuan Allah baik bersifat Taqdir, maupun Sunnah-Nya, juga perintah serta larangan-Nya bukankah tanda Iman kepada Allah ialah kepasrahan yang motto SAMI’NA WA ATA’NA, dan ini menjadi panggilan utama utk pelaksananaan ibadah Puasa.


3. Ikhlas dalam memberi, karena puasa juga mengajarkan kita sifat sosial, terbayangkah anda pada saat lapar, yang kisaran waktunya hanya 13 jam dalam sehari, atau satu bulan dalam satu tahun, padahal ada saudara-saudara kita yang menahan lapar 24 jam dalam sehari dan dua belas bulan dalam satu tahun, tentunya dengan ini semestinya akan tumbuh empati kita terhadap penderitaan orang lain, oleh sebab itulah puasa ditutup dengan pelaksanaan Zakat fitrah sebagai pengingat kepada kita, agar jangan sampai pada hari raya dan hari-hari selanjutnya tentunya, ada saudara kita yang kelaparan pada saat kita bergembira dengan kemenangan menyambut Idul Fitri.


Cukuplah sebenarnya bila kita menelaah hadits Rasulullah yang menjadikan dua syarat agar ibadah puasa kita mempunyai nilai di sisi Allah.


(Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan Iman dan Intropeksi, maka akan diampuni apa yang telah lalu dari dosa-dosanya)


Jadi kesimpulannya, Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus saja, tapi juga mampu menahan segala hal yang akan membatalkan nilai pahala puasa itu sendiri, Wallahu A’lam.

UJIAN ALLAH ATAU TEGURAN

Diposting oleh Mastindi | 08.43 | | 0 komentar »

2. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?

Bulan bulan ini , terasa betul Allah memberi banyak cobaan, al-hamdulillah semoga ini pertanda meningkatnya keimanan keluarga kami, biarlah ujian ini berjalan sesuai dengan ke hendakNya , namun harapanku semoga Allah melimpahkan kebesaran hati dan kelapangan jiwa serta kesabaran yang tiada henti, yang jelas kami harus yakin pasti ada hikmah di balik setiap kehendak Allah..

Sebenarnya Untuk mengatakan suatu musibah adalah cobaan, mungkin terlalu muluk untuk muslim sekelas aku , sebab cobaan hanya Allah berikan kepada hamba-hambaNya yang terpilih untuk di uji tingkat ke imanannya, bila kita kaji , suatu musibah bila menimpa seseorang akan berbeda penempatannya, dan tentunya setiap ujian sudah Allah tetapkan dan disesuaikan dengan kabar kemampuan si penerima.

1. Bila menimpa orang beriman berarti Allah hendak menguji kesabarannya.

2. Bila menimpa orang beriman yang banyak dosanya berarti peringatan, sebagai tanda
Allah masih akung agar hamba tersebut segera bertaubat.

3. Bila menimpa orang kafir maka musibah tersebut boleh jadi sebagai Azdab, naudzu billah.

4. Bila musibah tersebut karena di sengaja oleh korbannya maka itulah akibat.

Hikmah ini baru terasa dan kita sadari manakala musibah telah berlalu, dan kita akan merakan lebih ringan suatu musibah, bila berkumpul atau mengunjungi hamba yang senasib, banyak hikmah bila kita mau kritis menelaah setiap langkah kita dalam menghadapi suatu ujian atau teguran dari Allah.

Saat kita berobat ke Puskesmas atau ke Rumah sakit kita akan melihat antrian yang panjang padahal jam buka masih beberapa jam lagi,dan kamar yang penuh bila harus di opname, dan akhirnya harus bersedia di rawat di lorong-lorong rumah sakit, cabalah bandingkan dengan hunian hotel yang selalu hanya tidak jauh dari 50 persen, yang baru akan penuh menjelang hari hari tertentu. Dari situ kita bisa memetik hikmah bukan kita saja yang mengalami.

Saat aku pulang berobat tak lupa sebagai bagian dari prosudur berobat adalah menebus resep, ada beberapa macam yang harus diminum tentunya, saat itulah aku teringat akan Isra’ dan mi’raj nabi yang pulang dari panggilan Allah ke Sidratul-Muntaha sebagai penghibur dari kesedihan hatinya setelah di tinggal orang-orang tercintanya, sekaligus menerima perintah yang maha penting yaitu ibadah Shalat suatu ibadah yang menjadi pembeda antara Muslim dan kafir, mungkin obat ini menjadi falsafah bila aku ingin sembuh dan menjadi bagian dari masyarakat sehat tentunya harus di minum tepat waktu dan intensitas meminumnya, begitu pun shalat harus kita kerjakan tepat waktu dan hitungan kalinya, bila kita ingin menjadi bagian dari Muslim, seperti sabda Rasul yg mulia. Sebagian besar atau secara umum di antara obat yang kita tebus untuk di minum pasti terselip anti biotik, yang tak lupa selalu di pesan harus di minum habis, sebab kuman atau virus akan semakin kuat bila dia beradaptasi dengan anti biotik yang tidak full pengobatannya, mungkin itulah shalat Subuh , dengan tentunya tidak menganggap enteng shalat yg lain, sebab shalat Subuh menjadi ukuran ketaatan seorang hamba kepada Rabb Nya saat Muadzin memanggil bahwa “Shalat itu lebih baik dari pada tidur. Wallahu a’lam bis sawab